Jakarta – Di tengah situasi pasar kendaraan bermotor – termasuk kendaraan komersial – yang muram, kabar cukup melegakan datang saat pemerintah menyebut akan memacu sektor konsumsi. Maklum, ada korelasi positif antara sektor konsumsi, termasuk di dalamnya property dan infrastruktur dengan pasar kendaraan komersial.
Pemerintah melalui menteri keuangan menyatakan komitmen untuk menggenjot konsumsi dari 4,94% – di kuartal pertama – menjadi 5% di kuartal selanjutnya. Pemantik tingkat konsumsi pun telah disiapkan.
Pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia alias BI Rate menjadi 6,5% sejak Kamis (17/6) lalu yang diikuti penurunan uang muka kredit untuk pembelian properti diyakini mampu mendorong konsumsi. Sebab, ketentuan uang muka 15% di bank konvensional dan 10% di bank syariah ini paralel dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Dalam aturan itu perusahaan swasta ikut membantu penyisihan pendapatan karyawannya untuk tabungan pembelian rumah. Sedangkan, fakta menunjukan, saat ini jumlah masyarakat yang belum memiliki rumah – terutama kelompok usia muda produktif – sangat banyak.
Badan Pusat Statistik menyebut, selisih antara kebutuhan dengan pasokan rumah baru (backlog) pada tahun 2014 lalu saja mencapai 13,5 juta unit. Jumlah backlog itu diperkirakan bertambah karena pasokan rumah baru setiap tahunnya masih kurang dari semestinya.
Artinya, potensi pasar properti dan konstruksi masih sangat besar. Terlebih jika di sektor infrastruktur yang dicanangkan pemerintah – yakni 255 proyek – bisa direalisasikan dengan segera hingga maksimal.
Penyerapan tenaga kerja, barang – mulai dari kebutuhan bahan bangunan dan pendukungnya, pangan hingga barang kebutuhan tersier – serta jasa, akan terjadi. Di sinilah akan terjadi pendapatan, karena tenaga kerja terserap dan industri menggeliat.
Dengan kata lain, pemilihan kedua sektor itu untuk segera dikerjakan dan menggenjot konsumsi, telah memutuskan lingkaran setan antara masalah daya beli dan meningkatkan konsumsi.Itulah yang ditunggu-tunggu industri otomotif. Secara teoritis, saat pengerjaan proyek properti dan konstruksi infrastruktur banyak dibutuhkan kendaraan.
Diperkirakan, pasar truk seperti truk mixer dan truk semen curah (bulk semen) diperkirakan tumbuh 40-50% tahun ini jika proyek infrastruktur berjalan.
Begitu pun dengan sektor lain seperti industri pangan – yang kemudian juga menarik sektor pertanian, perikanan, peternakan ikut produktif- , industri bahan bangunan hingga sektor jasa. Merek tentunya juga membutuhkan kendaraan.
Sebagai contoh, dengan meningkatnya permintaan, maka pasokan ke toko-toko kelontong modern juga meningkat. Kegiatan ini umumnya dilayani oleh perusahaan logistik. Di situlah, permintaan kendaraan oleh perusahaan jasa logistik juga berpotensi naik.
Terlebih, industri jasa ini juga diperkirakan semakin berkembang seiring dengan maraknya e-commerce. Sehingga tidak heran sejumlah lembaga riset, antara lain Forst & Sullivan memperkirakan sepanjang tahun 2015-2020 industri transportasi dan logistik di Indonesia terus tumbuh.
Perkiraan itu cukup masuk akal. Permintaan truk di Indonesia memang memiliki potensi bagus saat ekonomi pulih. Sebab, lebih dari 70 persen kargo di negara ini diangkut melalui jalur darat.
Hanya memang, semua itu tak bisa terjadi dengan serta merta. Sebab, lembaga keuangan juga membutuhkan jaminan kepastian daya beli yang berkelanjutan. Inilah yang harus segera dijawab oleh pemerintah dan semua stake holder.
*Tulisan ini disarikan dari wawancara dengan Marketing Director of MFTBC Marketing Division PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB), Duljatmono, di sela acara buka puasa bersama.