Meski begitu, Momon mengaku optimistis peluang dan potensi membaiknya pasar truk masih cukup besar. Terlebih, jika rencana pemerintah untuk membangun infrastruktur besar-besaran benar-benar sudah terealisir penuh pada paruh kedua mendatang.
“Paket kebijakan ekonomi untuk menggerakkan sektor rill juga sudah mulai ada tanda-tanda hasilnya. Faktor lainnya adalah, mulai bangkitnya sektor perkebunan karena negara-negara tujuan ekspor komoditas sektor ini juga mulai pulih dari krisis,” paparnya.
Perkiraan Momon tak berlebihan. Pengamat dari Lembaga Kajian Strategi dan Kebijakan Pertanian dan Maritim Indonesia, Afif Sofiandi mengatakan, sub sektor perkebunan kelapa sawit memiliki potensi bangkit yang besar. “Saat ini tanda-tanda itu mulai Nampak. Terutama dengan adanya peningkatan ekspor CPO ke India dan Timur Tengah serta sebagian negara di Eropa,” paparnya.
Mengutip data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Afif menyebut sepanjang Januari – Maret lalu, ekspor CPO Indonesia meningkat 9 persen dibanding periode sama tahun 2015. “ Total ekspor 6,14 juta ton, sedangkan pada kuartal pertama 2015 hanya sebanyak 5,6 juta ton,” ujarnya.
Tak hanya itu. Seiring dengan naiknya permintaan dan sedikitnya pasokan, harga CPO pun ikut terkerek di pasar dunia. Harga CPO per metric ton sepanjang Maret mencapai US$ 642,5 – US$ 717,5. Besaran harga itu naik 8,4 persen dibanding harga di bulan sebelumnya. “Kini, tren harga relatif stabil, bahkan cenderung naik. Artinya, ini stimulant bagus bagi sektor perkebunan. Apalagi jika permintaan terus stabil,” papar Afif.
Fakta tersebut sekaligus menjadi pertanda masih adanya harapan bagi pasar truk untuk kembali bangkit dan tumbuh. Terlebih jika, perkiraaan sebagian kalangan yang menyebut akan terjadinya stimulant dari sektor jasa konstruksi atau infrastruktur benar-benar terealisasi di semester dua tahun ini.
“Tahun ini, belanja negara sebesar Rp2.095,7 triliun dan dialokasikan untuk infrastruktur sebesar Rp313,5 triliun atau 8 persennya. Selain itu belanja swasta yang diharpkan mampu menggerakan laju ekonomi adalah sektor properti yang diperkirakan tumbuh 8-9 persen,” tutur pengamat kebijakan publik Ati Nugrahanti saat dihubungi. (Ara)