Montreal – Asosiasi Angkutan Truk Kanada atau Canadian Trucking Alliance (CTA) engah menghadapi masalah regenerasi sopir truk. Banyak anak-anak muda – baik pria maupun wanita – yang tak tertarik lagi menjadi sopir truk meski gajinya terbilang lumayan.
Seperti dilaporkan laman 680 News, saat ini sopir truk negeri di benua Amerika bagian Utara itu rata-rata 47 tahun. Bahkan 30% dari total populasi pengemudi truk yang ada, berumur 55 tahun atau sudah masuk dalam usia pensiun.
“Artinya, ini merupakan tantangan berat. Industri menghadapi kekurangan tenaga kerja (sopir) yang jumlahnya diperkirakan akan sangat besar. Bahkan hasil perkiraan para ahli kami, kekurangan sopir truk pada tahun 2024 mendatang mencapai 48.000 orang. Bukan jumlah yang sedikit tentunya,” bunyi laporan CTA.
Jika CTA gundah itu lumrah. Soalnya, sopir merupakan bagian dari penggerak utama industri angkutan. Sehingga, jika tak ada orang yang bersedia melakoni pekerjaan itu, tak hanya industri angkutan saja yang merasakan akibatnya, tetapi juga industri lain yang selama ini menggunakan jasa angkutan.
Sehingga, wajar jika pemerintah setempat juga ikut turun tangan mengantisipasi terjadinya krisis sopir ini. Pemerintah wilayah Quebec misalnya, telah memperkenalkan program pelatihan bagi anak-anak muda berusia 17-18 tahun baik pria maupun wanita untuk menekuni profesi sopir truk.
Setelah empat bulan, para siswa peserta pelatihan akan ditempatkan di industri yang membutuhkannya. Umumnya mereka langsung direkrut sebagai pekerja tetap oleh perusahaan tempat mereka magang. Maklum, mencari sopir bagi mereka bukanlah perkara gampang.
Lantas, apa yang menyebabkan orant-orang muda tak tertarik menjadi sopir truk? Jam kerja yang lama dan harus menempuh jarak jauh yang jauh dari keluarga adalah salah satu alasan yang kerap mengemuka.
Selama ini para sopir bekerja selama 10-14 hari dan tiga hari istirahat. Saban harinya, mereka menempuh perjalanan hingga 12 jam.
Sedangkan rata-rata gaji yang mereka terima – pada tahun 2011 – mencapai CAD (dolar Kanada) 40.728 – atau sekitar Rp 420,72 juta per tahun, sebelum diptong pajak. Bahkan, bagi sopir truk jarak jauh dengan jam lembur bisa mencapai CAD 70.000 atau sekitar Rp 723 juta (gross).
Jack Fielding, 57 tahun, sopir truk senior di Kanada mengatakan, orang-orang muda saat ini lebih menekankan keseimbangan antara waktu untuk pekerjaan dan waktu bagi keluarga. Walhasil, lanjutnya, mereka akan berpikir ulang untuk menjadi sopir truk yang harus meninggalkan keluarga berhari-hari.
Sementara untuk merekrut warga asing atau imigran untuk menjalani pekerjaan ini juga bukan perkara mudah. Maklum, sopir dianggap bukan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dan keterampilan tinggi sehingga tertutup bagi warga asing atau para imigran.
Menyikapi fakta ini, Nadine Gauthier, mantan sopir container di kawasan Montreal tengah berupaya mengajak para wanita menekuni profesi sopir truk. Menurut perempuan 43 tahun itu, jumlah perempuan sopir truk di negerinya hanya 5-6% dari populasi sopir truk.
Artinya, kesempatan terbuka lebar bagi kaum Hawa. Alasan kedua, pekerjaan sopir truk juga cocok bagi kaum perempuan karena selain membutuhkan keterampilan juga ketekunan dan kesabaran.
“Saya kira pria dan wanita memiliki peran yang penting bagi jantung sebuah perusahaan (menjadi sopir truk). Ini akan membawa dinamika baru (jika banyak perempuan melakoni profesi sopir truk) dan semua orang akan menghormatinya),” papar wanita yang lebih dari enam tahun menjadi sopir container itu. (Ara)