Seperti halnya Kurnia, pria yang juga pengusaha bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) ini menyebut secara material maupun non material pengusaha bus menanggung akibat yang tidak kecil akibat kemacetan tersebut. Menurutnya, seperti perjalanan yang biasa ditempuh, para pengusaha bus memperkirakan perjalanan mudik dengan bus hanya membutuhkan waktu 14 – 18 jam.
Namun, nyatanya, karena kemacetan akut itu menjadikan waktu perjalanan molor hingga tiga kali lipat yakni 48- 50 jam. “Waktu tempuh perjalanan ini bahkan jauh lebih parah ketimbang saat jembatan Comal ambrol pada tahun 2014 lalu, Saat itu waktu tempauh mencapai 42 jam dan orang sudah ramai mengeluhkan,” kata dia.
Lambatnya perjalanan juga berpengaruh pada penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dikonsumsi bus. Jika pada saat kondisi normal konsumsi BBM hanya 450 liter untuk trayek pergi-pulang (PP), kini bisa mencapai 650-750 liter.
Pernyataan ini diamini Ketua Organda D.I Yogyakarta, Agus Andrianto. Bahkan menurutnya, banyak diantara bus yang beroperasi saat itu mengkonsumsi BBM lebih banyak. Maklum, pada saat macet mesin kendaraan tidak mungkin dimatikan, begitu pun dengan AC.
“Kalau perkiraan kami, dengan kondisi semacam yang macet hingga 40 jam lebih seperti itu, konsumsi BBM bisa meningkat 50-55%. Dan tentunya, ada kerugian lain (yang ditanggung operator angkutan bus) yakni frekwensi perjalanan yang semestinya dua PP (pergi –pulang) menjadi hanya satu kali PP. Belum lagi kelelahan awak bus. Dengan kata lain, saat musim mudik perusahaan otobus itu mengalami lebaran, tapi kali ini tidak,” paparnya saat dihubungi Otoniaga.
Sementara soal pernyataan yang menyebut jumlah penumpang (load factor) bus yang menurun karena aspek layanan bus yang rendah, Agus membantahnya. Menurut dia, menurunnya minat masyarakat untuk naik bus saat mudik tidak serta merta dikarenakan faktor layanan yang buruk.
“Ada berbagai faktor. Dan itu belum tentu karena aspek layanan yang diberikan buruk. Bertambahnya jumlah kendaraan pribadi yang mudah untuk mendapatkannya (kredit) juga menjadi penyebab. Terlebih bagi masyarakat, mudik dengan kendaraan pribadi lebih bergengsi,” ujarnya. (Ara)