Jakarta – Pernyataan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang menyebut angkutan bus banyak ditinggalkan calon penumpang karena layanan yang tidak bagus menuai banyak kritikan. Sejumlah pengusaha angkutan dan awak bus memintanya bersikap proporsional dengan melihat fakta yang ada.
“Boleh saja memberi penilaian, toh itu memang tugasnya. Tapi yang penting proporsional dan obyektif. Tidak gebyah uyah (men-generalisir). Mungkin dia hanya dapat laporan dari bawahannya yang juga dapat informasi dari orang lain. Kalau mau obyektif pahami dulu persoalannya,” papar Noer – bukan nama sebenarnya – seorang pemilik Perusahaan Otobus di Jawa Timur saat dihubungi Otoniaga, Rabu (13/7).
Semestinya , kata dia, Jonan memahami bahwa tingkat layanan dan klasifikasi angkutan bus didasarkan pada segmen pasar yang dilayani. Ada bus kelas ekonomi berfasilitas AC dan Non AC, Patas AC dan Non AC, eksekutif, hingga super eksekutif atau kelas premium.
“Semua disediakan berdasar segmen pasar yang ada di masyarakat. Karena realitanya, kemampuan daya beli masing-masing kelompok yang berbeda. Semua tergantung kelas dan segmentasinya,” papar anggota Kadin Jawa Timur ini.
Pernyataan serupa diungkapkan pengusaha angkutan bus yang juga ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan. Menurutnya, bisnis jasa angkutan bus saat ini menghadapi tingkat persaingan yang semakin ketat baik antar sesama operator (perusahaan otobus) maupun dengan moda transportasi lain.
“Sehingga, kalau kami tidak inovatif dalam soal layanan maka akan ditinggalkan pelanggan. Itu sudah rumusan. Artinya, kami sadar, kalau kami tetap menyediakan apa adanya, ya sama juga menggali kubur sendiri,” tuturnya kepada Otoniaga.
Hanya memang, Kurnia tak memungkiri ada oknum atau perusahaan tertentu yang tidak inovatif dengan berbagai alasan. Namun itu bukan berarti semua perusahaan atau awak bus melakukannya.
Dia menyebut, tak sedikit perusahaan otobus yang melakukan inovasi layanan. Mulai dari ticketing online, layanan shuttle gratis dari rumah calon penumpang hingga pool, layanan di pool yang sangat memadai, hingga fasilitas di bus bahkan armada baru.
“Ini kan wujud inovasi. Efeknya sudah mulai terasa, ada peningkatan load factor (jumlah penumpang),” kata Kurnia.
Pernyataan ini diamini Sunarko, sopir bus Agra Mas jenis semi high deck jurusan Tangerang – Purwantoro, Wonogiri, Jawa Tengah. Menurutnya sejak dioperasikan dua bulan lalu, bus bersasis dan bermesin Mercedes-Benz, ini tak pernah sepi.
“Selalu full. Bahkan, minat masyarakat juga bertambah. Artinya, penumpangnya bukan hanya mereka yang sudah lama berlangganan bus, tetapi juga muka-muka baru. Saya hafal betul dari sudah belasan tahun jadi awak bus, jadi tahu yang langganan lama dan baru,” paparnya.
Menurut seorang petugas bagian ticketing, tarif bus ini hanya Rp 180.000 pada hari di luar lebaran. “Tapi selalu penuh mas. Karena lebih nyaman. Tarifnya sangat bersaing,” kata dia yang diamini Sunarko.
Soal aspek keamanan dan keselamatan, baik Sunarko maupun Kurnia menyebut adalah konyol jika perusahaan otobus dengan sengaja mengabaikan aspek tersebut. “Sebab kami juga punya anak, istri, dan keluarga. Apakah mungkin kami sengaja ingin bunuh diri? Tentu logika sederhananya seperti itu. Jadi mohon proporsional-lah kalau menilai,” ucap Sunarko.
Sebelumnya, dalam beberapa kali kesempatan Menteri Ignasius Jonan mengatakan, jumlah penumpang bus saat mudik mengalami penurunan karena aspek layanan bus yang tidak bagus. Bahkan, saat melakukan inspeksi ke Terimnal Bungurasih, Sidorajo, Jawa Timur, Senin (11/7) lalu dia kembali mengatakan penyedia jasa transportasi angkutan umum bus harus berbenah.
Sebab, jumlah penumpang dari tahun ke tahun semakin turun. “Turunnya parah, kira-kira sampai 7%,” ucapnya.
Jonan mengingatkan agar perusahaan operator bus meningkatkan pelayanan untuk penumpang. Dia juga mengaku akan mengumpulkan para pengusaha bus untuk membicarakan penerapan standar pelayanan bus.
“Saya tidak akan membiarkan bus ditinggal penumpangnya,” kata dia.
Menanggapi perkiraan menurunnya jumlah penumpang, Kurnia menyebut banyak faktor yang menyebabkannya. Salah satu diantaranya adalah, banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi baik mobil maupun motor. “Karena mudik dengan kendaraan pribadi bagi sebagian orang dianggap lebih bergengsi. Terlebih saat ini, banyaknya tawaran mobil murah (LCGC) dari pabrikan. Jadi bukan semata-mata karena bus,” kata dia. (Ara/Ktbr)