Jakarta – Hingga saat ini pasar kendaraan pick up di Indonesia masih lesu akibat masih muramnya kondisi beberapa sektor ekonomi. Menyiasati kondisi itu, PT Astra Daihatsu Motor (ADM) memilih untuk fokus ke segmen lain sembari tetap menjaga ritme pemasaran pickup yang tengah berlangsung.
“Saat ini kondisi ekonomi, khususnya perdagangan ritel, jasa, dan distribusi masih kurang kondusif. Dalam kondisi seperti ini, yang terkena pertama kali terkena dampak adalah, kendaraan komersial. Demand berkurang, terlihat dari market yang terus menurun,” tutur Executive Coordinator Domestic Marketing Division ADM, Rokky Irvayandi saat dihubungi di Jakarta, Selasa (19/7).
Menurutnya, dengan kondisi seperti itu pula, maka perusahaan pembiayaan atau leasing dan bank bersikap hati-hati dan selektif dalam menyalurkan pembiayaan kredit kendaraan komersial. Akibatnya, penjualan kendaraan jenis ini juga semakin menurun jumlahnya.
Rokky menyodorkan contoh penjualan pickup sepanjang kuartal kedua tahun ini yang hanya sebanyak 7.000 unit per bulan. Padahal, di periode yang sama tahun lalu jumlahnya masih mencapai 11.000 unit per bulan.
“Sementara, 90% pembelian (pickup) Gran Max (menggunakan skema) secara kredit. Karena itu, saat ini kami memilih untuk lebih fokus ke segmen yang demand-nya masih relatif baik, yakni passenger car,” ucapnya.
Namun, menurutnya, itu bukan berarti sama sekali meninggalkan penjualan pickup. Upaya penjualan dan pemasaran tetap terus dilakukan, meski tidak ‘tancap gas’ dengan menggeber promosi dengan program-program khusus.
Pernyataan senada diungkapkan salah seorang sales executive di salah satu dealer Suzuki di Jakarta Selatan. Menurutnya, hingga akhir kuartal kedua lalu, penjualan pickup Suzuki Carry masih cukup kencang.
“Tapi dari segi volume tidak sebanyak tahun lalu. Dari leasing sekarang juga semakin ketat. Tapi kita terus jualan, enggak ada beda sama kemarin-kemarin usaha kita,” ucapnya saat ditemui.
Agustinus Erry Hernawan, pengamat Usaha Kecil dan Menengah menyebut, jika saat ini permintaan kendaraan pickup menurun, hal itu tidak lepas dari kondisi yang dialami segmen UMKM sebagai segmen yang cukup banyak menyerap kendaraan itu.
“Segmen UMKM masih menggeliat, masih berjalan. Hanya dari hasil atau sisi margin keuntungan saat ini tidak sebesar dua atau tiga tahun lalu. Biaya operasional, biaya produksi, kalau dilihat secara rata-rata meningkat, sehingga menggerus margin,” ujarnya saat dihubungi.
Pengajar salah satu perguruan tinggi di Tangerang, Banten, itu menyebut, tingginya biaya produksi dan operasi tidak lepas dari kondisi ekonomi secara umum. “Baik segmen perdagangan ritel, sektor kuliner, bahkan jasa menghadapi situasi yang sama. Sehingga, upaya ekspansi usaha (yang berimbas kepada permintaan kendaraan operasional pickup) juga tidak terjadi,” paparnya.
Kondisi seperti ini, lanjut Agustinus, dinilai memiliki risiko yang tinggi oleh bank atau perusahaan leasing untuk mengucurkan kredit pembelian kendaraan komersial. Terlebih, mereka juga tidak ingin menghadapi masalah membengkaknya kredit macet yang berimbas pada kredibilitas dan peringkat kesehatan perusahaan.
Sementara itu, data Gabungan industri Kendaraan Bermotor Indonesia menunjukkan, penjualan pickup di Tanah Air sepanjang Januari hingga Mei lalu hanya sebanyak 60.045 unit. Jumlah tersebut melorot 31,4% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang sebanyak 87.536 unit. (Ara)