Jakarta – Meski telah ditawarkan dengan harga yang miring sejak April lalu plus iming-iming keunggulan yang lebih dibanding solar biasa, namun minat pengusaha angkutan untuk menggunakan Dexlite masih rendah. Sejumlah alasan alasan pun disodorkan.
“Sekarang, kalau ternyata mesin kendaraan (bus dan truk) yang sudah berstandar Euro 3 dibuat masih kompatibel dengan solar biasa oleh produsen pembuatnya, apakah kami harus bersusah-susah pakai Dexlite,” papar salah seorang pengusaha angkutan bus yang juga anggota Organisasi Angkutan Darat (Organda) pusat saat dihubungi Otoniaga, Kamis (28/7).
Ia menyebut, bagaimana pun para pebisnis yang berhitung soal margin, sehingga roda bisnis bagaimana pun harus bergerak saban hari.” Itu alasan kami. Kalau bicara soal dampaknya bagi kesehatan lingkungan, ya mari. Bagaimana dengan pemerintah?,” kata dia.
Pernyataan senada diungkapkan Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan. Bahkan, dia menyoroti soal ketersediaan Dexlite SPBU yang tersebar di Tanah Air. “Belum lagi, apakah kualitas dexlite lebih baik dari biosolar?. Saya kok meragukan itu,” kata dia kepada Otoniaga.
Namun, lanjutnya, sebagai pengusaha harus berpikir bisnis tetap berjalan. Meski mesin bus bersatndar Euro 3 namun solar biasa pun tetap ditenggak. Selain settingan telah disesuaikan oleh pabrikan, para pengusaha pada umumnya melakukan penggantian filter lebih cepat.
“Bahkan kita tambahkan filter separator lagi sebelum (BBM) itu masul ke fuel filter mesin. Ada juga (pengusaha) memasangkan fuel catalysator. Begitulah kondisi di Indonesia Raya tercinta ini,” ucapnya.
Sebelumnya, Assistent Manager Pricing & Market Development PT Pertamina (Persero), Rama Suhud mengakui masih lemotnya penyerapan Dexlite oleh kendaraan komersial. Meski tak bersedia menyebut angka dari total rata-rata konsumsi BBM solar yang ada, porsi Dexlite oleh kendaraan umum masih minim.
“Dari sejumlah informasi, pengusaha memang lebih suka mengganti filter bahan bakar lebih sering ketimbang memilih Dexlite. Artinya, secara bisnis barangkali lebih menguntungkan,” ucapnya saat ditemui di sela diskusi Bertema ‘Tantangan Menuju Euro 6” yang digelar Forum Wartawan Otomotif di Jakarta, Rabu (27/7).
Bagi Rama, kondisi ini tergantung kepada kebijakan pemerintah. Jika ada aturan yang menghapuskan solar bersubsidi, lanjutnya, barangkali orang mau tidak mau akan beralih ke solar dengan standar yang lebih tinggi termasuk Dexlite.
Direktur Direktur Eksekutif Komite Pengurangan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Syafrudin yang ditemui di tempat yang sama mengatakan, Dexlite adalah produk gagal karena tak memenuhi syarat untuk kendaraan di Indonesia yang berstandar Euro2. Sebab, tingkat kandungan Sulfur (bekerang) masih di atas 1.000 part per milion (ppm) yakni 1.200 ppm.