Ada sejumlah pertanyaan yang kerap terlontar ketika kita membicarakan penting tidaknya mengadoposi standar emisi kendaraan euro yang lebih tinggi dari yang berlaku di Indonesia saat ini (baru euro 2). Pertanyaan yang sering muncul adalah keuntungan ekonomi seperti apa yang bakal diperoleh pengguna kendaraan atau konsumen jika kendaraan yang mereka beli dan gunakan memiliki standar euro yang tinggi.
Jawaban yang pasti adalah, sangat banyak dan itu diperoleh bukan saja oleh para pemilik kendaraan tetapi juga negara. Di sini kita bicara keuntungan ekonomi semata, karena keuntungan secara ekologi sudah jelas, yakni : bersihnya udara di negara kita sehingga kualitas kesehatan masyarakat pun meningkat.
Keuntungan secara ekonomi yang bisa dirasakan secara langsung dan nyata oleh masyarakat pemilik kendaraan berstandar euro tinggi adalah penghematan ongkos operasional dan perawatan kendaraan. Sebagai bukti, ketika terjadi peralihan penggunaan kendaraan bermotor oleh masyarakat dari yang non standar euro ke kendaraan berstandar euro 2, ternyata ada kenaikan efisiensi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) 10-20%.
Apalagi jika kendaraan yang akan mereka gunakan bersatndar euro yang lebih tinggi, misalnya euro4 atau bahkan euro6. Tentu hasilnya – keuntungan secara ekonomis – akan jauh lebih tinggi. Sehingga, jika dikatakan harga kendaraan yang berstandar euro lebih tinggi lebih mahal, maka tingkat mahalnya harga dalam waktu 3-5 tahun, itu akan terbayar oleh penghematan BBM tersebut.
Terlebih jika kendaraan tersebut bermesin diesel. Mesin berteknologi commonrail akan jauh lebih efisien dan sempurna kinerjanya. Sehingga, masa setelah 3-5 tahun akan menjadi masa surplus bagi pemilik, sebab mesin mobil masih dalam kondisi bagus dan tak memerlukan biaya perawatan ekstra seperti yang terjadi pada kendaraan yang berstandar euro rendah.
Sementara, dalam konteks ekonomi makro, dengan penggunaan kendaraan berstandar euro tinggi yang menghasilkan dampak berupa penghematan BBM, akan membawa keuntungan berupa penghematan anggaran. Maklum, selama ini kita masih impor BBM dan crude oil, meski dalam jumlah tertentu.
Jika impor bisa dikurangi atau bahkan ditiadkan, maka anggarannya bisa dialihkan untuk kegiatan ekonomi produktif, pembangunan infrastruktur, atau pengembangan sumberdaya manusia. Ujung-ujungnya, kesejahteraan masyarakat juga beranjak naik.
Keuntungan lain yang diperoleh negara tentunya peluang mendapatkan devisa negara melalui ekspor kendaraan. Sebab, saat ini pasar global umumnya telah menerapkan standar euro yang lebih tinggi.
Jika industri otomotif di Indonesia masih berkutat dengan standar euro yang ada, mereka akan kesulitan menembus pasar ekspor. Sementara, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah beberapa kali mewanti-wanti agar industri otomotif menaikan kinerja ekspor hingga 300%.
Terlebih, kapasitas produksi industri otomotif Indonesia mencapai 2 juta unit. Sedangkan yang sudah terpakai baru setengahnya atau 1 juta ini. Sehingga, sangat sayang jika kapasitas terpasang tersebut tak dimanfaatkan secara maksimal, sementara peluang di pasar masih terbuka lebar.
Memang, tak sedikit orang yang mempertanyakan apakah masyarakat siap dengan kendaraan berstandar euro tinggi yang berharga lebih mahal? Kenapa tidak? Bila dicermati masyarakat Indonesia sejatinya sudah masuk kategori konsumen yang layak pasar karena income per kapita telah mencapai US$ 4.500. Sementara industri otomotif mematok syarat minimal income per capita US$.1800.
Namun, selain keuntungan berupa penghematan konsumsi BBM karena keunggulan teknologi, pemerintah juga harus memberikan insentif fiskal yakni berupa pemotongan pajak kepada masyarakat yang membeli kendaraan berstandar emisi yang lebih tinggi.
Begitu pun sebaliknya, berikan sanksi tambahan pajak bagi pembeli kendaraan yang berstandar emisi yang tingkatannya lebih rendah. Toh, pemerintah juga mendapat keuntungan berupa susutnya anggaran impor BBM.
Kedua, beban pemerintah dalam penyediaan anggaran jaminan kesehatan masyarakat juga akan terpangkas jika kondisi lingkungan lebih bersih. Maklum, selama ini biaya perawatan kesehatan akibat polusi udara juga tinggi.
Kemauan dan ketegasan sikap pemerintah dalam mewujudkan kondisi lingkungan yang bersih melalui penggunaan kendaraan bermotor yang berstandar euro tinggi menjadi kunci. Sebab, sebenarnya masyarakat kita dalam posisi given, mereka bisa menerima jika syarat-syarat yang harus dilakukan pemerintah benar-benar terwujud.
Pemerintah juga harus tegas dan ‘kebal’ dari segala upaya lobi dari kalangan industri otomotif dan para ‘trader oil’ yang bersikeras untuk tetap menjual BBM beroktan rendah demi menangguk rente yang berlimpah. Hapuskan BBM beroktan rendah dan sediakan BBM beroktan tinggi dengan harga yang terjangkau.
Apakah bisa? Tentu saja bisa, jika mekanisme pembelian bahan baku, struktur biaya produksi BBM, dan proses produksi benar-benar transparan. Contohnya adalah Australia, yang bisa mengimpor BBM dengan harga yang jauh lebih murah dari Indonesia.
Jadi, kesimpulannya menerapkan aturan kendaraan harus berstandar euro yang lebih tinggi bukan hanya membawa keuntungan secara ekologi tetapi juga ekonomi. Terlebih, jika investasi berupa penciptaan sumberdaya manusia – terutama anak-anak kita di masa mendatang – yang berintelektualitas tinggi, fisik dan jiwa yang sehat, serta memiliki skill tinggi adalah sebuah keuntungan ekonomi yang harganya tidak ternilai.
Dan tentu saja, itu akan terwujud manakala kondisi lingkungan dimana mereka tinggal juga sehat dan bersih dari polusi yang kian hari semakin meninggi kadarnya.
* Disarikan dari wawancara dengan Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, Ahmad Syafrudin.