California – Permintaan bus listrik di pasar global sepanjang tahun 2016 – 2020 diperkirakan bakal tumbuh 26,77 persen. Kesadaran terhadap keramahan lingkungan, kesehatan, serta semakin menipisnya bahan bakar fosil menjadi pemicu.
Pernyataan lembaga konsultan pemasaran asal Amerika Serikat, Ressearch and Markets yang dilansir Kamis (12/5) menyebut, selain faktor pertimbangan lingkungan, kesehatan, maupun kekhawatiran terhadap kelangkaan bahan bakar fosil, gelontoran produk baru juga menjadi pertimbangan konsumen.
“Peluncuran produk baru berikut teknologi yang ditawarkan oleh produsen memiliki dampak besar terhadap pasar. Faktor-faktor itu menjadi pemantik permintaan,” bunyi pernyataan tersebut.
Seiring dengan permintaan yang semakin meningkat dan pasar kian mekar, persaingan di antara produsen semakin ketat. Tentu, ini menjadi keuntungan bagi konsumen karena produsen berlomba untuk menawarkan inovasi mereka.
Hanya memang, penggunaan bus bersumber tenaga dari arus setrum itu masih memiliki sejumlah tantangan yang tak ringan. Pembangunan stasiun pengisian baterai listrik yang digunakan misalnya.
Selain itu, harga yang lebih mahal ketimbang bus konvensional juga menjadi faktor lain penyebab belum memasyarakatnya bus listrik terutama di negara-negara berkembang. Walhasil, tak heran jika porsi penjualan bus listrik masih jauh tertinggal dibanding bus berbahan bakar dari fosil.
Sejumlah lembaga dunia yang dikutip busworld beberapa waktu lalu menyebut permintaan bus baru di pasar global bakal tumbuh 5% saban tahunnya. Pada tahun 2018 nanti, permintaan moda transportasi ini bakal menyentuh angka 664.000 unit di seluruh penjuru dunia. (Ara)