Anggota DPR : Tak Ada Masalah Hukum dengan Bajai Roda Tiga

Larangan Bajai Roda Tiga - Jakartapost

Jakarta – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menolak rencana mengganti angkutan roda tiga atau bajai dengan kendaraan roda empat karena kontraproduktif dengan upaya mengurangi kemacetan. Anggota Komisi V DPR Mohammad Nizar Zahro sependapat karena sebagai angkutan lingkungan Bajai tiga roda tak menyalahi aturan hukum.

“Keberadaan angkutan bajai roda tiga berdasarkan perda maupun aturan yang lebih tinggi seperti keputusan menteri yakni sebagai moda angkutan lingkungan atau jarak pendek, dengan lingkup wilayah terbatas. Dengan kata lain, ada perlakuan khusus baginya. Karena perlakuan dan peruntukannya yang khas (angkutan lingkungan) itu, maka angkutan ini masih bisa beroperasi,” tutur Nizar saat dihubungi.

Read More

Menurutnya, pemerintah daerah tentu memiliki alasan tersendiri untuk memberikan perlakuan khusus dengan membuka izin bagi angkutan roda tiga. Bukan hanya sekadar penyediaan angkutan jarak pendek atau angkutan lingkungan saja, tetapi juga karena faktor situasi dan kondisi seperti tingkat kemacetan.

“Kita menyadari bahwa persoalan pelik yang dihadapi warga DKI Jakarta atau warga sekitar yang beraktifitas di Jakarta ini kan angkutan umum massal yang terintegrasi sekaligus aman dan nyaman. Sementara, beberapa angkutan umum yang bersifat personal seperti taksi kan tidak mungkin melayani jarak pendek, jadi di situ aspek pentingnya angkutan lingkungan,” kata dia.

Aspek legal kendaraan roda tiga pun terpenuhi, karena bajai juga harus mengikuti uji KIR serta membayar pajak. Artinya, keberadaannya – meski sebagai angkutan lingkungan – telah diakui dan mendapatkan dasar hukum berupa peraturan-peraturan yang telah ada.

Pernyataan senada diungkapkan Wening Azizah, pengamat manajemen transportasi. Menurutnya, Keputusan Menteri Perhubungan No 35/2001 tentang angkutan umum tidak melarang bajai beroperasi. Begitu pun dengan Perda No 3/ 2003.
“Memang, Perda nomor 12 tahun 2003 tentang Lalu-lintas Angkutan tidak disebutkan kendaraan roda tiga sebagai moda transportasi Jakarta. Mengapa?, karena angkutan ini merupakan angkutan lingkungan. Angkutan jangka pendek tetapi juga harus mengikuti uji KIR dan bayar pajak,” ujarnya.

Terlebih, keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2005, khususnya pada pasal 32 tentang angkutan lingkungan, terutama dalam Ayat (2b) disebutkan pelayanan angkutan lingkungan adalah angkutan yang dilayani dengan mobil penumpang umum beroda empat atau tiga. “Nah, kalau saat ini di Jakarta angkutan itu dilayani oleh kendaraan roda tiga kan karena pemerintahnya beralasan karena mempertimbangkan kondisi dan situasi yaitu mengurangi kemacetan,” paparnya.

Saban hari-hari kerja, tingkat densitas atau kepadatan lalu-lintas di Jakarta mencapai 900 – 1.000 unit kendaraan per satu kilometer. Artinya, tingkat kemacetan kota Jakarta sudah melampaui daya tampang jalan terhadap kendaraan. Laju kendaraan pun rata-rata hanya 5-10 km/jam pada saat jam-jam sibuk.

“Jadi alasan Pak Gubernur Ahok agar tidak ada tambahan lagi angkutan umum roda empat di jalanan ya sangat masuk akal. Toh, sekarang bus Transjakarta sudah diperluas trayek atau koridornya. Sehingga angkutan lingkungannya saja yang ditata,” ucap Wening.

Sebelumnya, Ahok mengaku tak sepakat dengan usulan rencana untuk mengganti angkutan roda tiga dengan roda empat karena dinilai kontraproduktif dengan upaya mengurangi kemacetan di Jakarta. “Sulit nambah kecil-kecil begitu. Saat ini isunya bagaimana mindahin orang ke transport yang besar supaya jumlah (yang kecil-kecil) tidak bertambah,” tegasnya.

Dia meminta agar kendaraan roda tiga alias bajai tetap digunakan sebagai angkutan lingkungan saja. Terlebih pemerintah DKI Jakarta sudah menyedikan bus Transjakarta dengan tariff yang lumayan murah yakni Rp 3.500.

“Kalau pindah roda empat macam-macam ya enggak bisa. Kami sudah bisa kuasai bus Jakarta segala macam (hanya dengan tarif ) Rp3.500 sampai ke perumahan kamu. Ada peluang enggak buat yang lain?,” ujarnya.

Pernyataan Ahok tersebut menanggapi kabar yang menyebut Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta bererencana untuk mengubah bajaj dari roda tiga menjadi roda empat, mulai tahun depan. Alasannya, agar angkutan ini sesuai dengan Undang-undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 soal Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tak dikenal angkutan umum dengan roda tiga,” tutur Ketua Umum Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan. (Ara)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *