Jakarta – Kalangan pelaku usaha jasa angkutan bus meminta agar pemerintah menepati amanah undang-undang yang menyebut setiap angkutan kelas ekonomi mendapatkan subsidi Public Service Obligation (PSO). Pemerintah diminta tak hanya menuntut operator bus membenahi armada.
“Subsidi berupa PSO perlu didorong untuk segera terealisasi. Sehingga, teman-teman pengusaha operator bus juga terdorong untuk melakukan perbaikan armada bus. PSO itu khusus untuk yang kelas ekonomi,” tutur Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryanto usai acara diskusi yang digelar MarkPlus, di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Ateng, hingga saat ini bus kelas ekonomi masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tak hanya masyarakat dari kelompok ekonomi bawah saja tetapi juga di atasnya. Artinya, moda transportasi darat kelas itu telah menjalankan fungsi dan perannya untuk melayani masyarakat, meski dari kacamata ekonomi dia merupakan bagian dari sarana berbisnis pengusaha.
“Tetapi, faktanya, bus kelas ekonomi juga tidak bisa menentukan tarifnya sendiri, tetapi mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yakni tarif atas dan tarif bawah. Pada sisi lain, bus juga harus bersaing dengan moda lain yakni kereta api kelas ekonomi yang disubsidi melalui PSO,” papar Ateng.
Pernyataan serupa diungkapkan Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan. Bahkan dia menyebut, dengan fakta seperti itu, maka bus kelas ekonomi sudah terjepit saat menghadapi persaingan.
Menurutnya, bus kelas ekonomi saat ini tidak hanya berjibaku mempertahankan diri di tengah kerasnya tekanan ekonomi dan harga spare part yang terus naik tetapi juga harus bersaing di antara sesama operator bus dan kereta api kelas ekonomi.
“Nah, kereta api kelas ekonomi ini diberi subsidi. Lha ya, ini kan kaya David dan Goliath.Mana bisa adil terjadi persaingan. Padahal, peran dan fungsi bus kelas ekonomi juga tidak kalah penting dalam melayani masyarakat, bahkan ke wilayah yang tidak terjangkau kereta api sekalipun,” paparnya.
Dengan kondisi yang seperti itu, kata dia, rasanya tak adil jika hanya menuntut bus ekonomi untuk berbenah diri dan dibandingkan dengan layanan kereta api. “Kereta api yang kelas ekonomi sudah ber AC, yak arena mendapatkan subsidi. Lha kalau bus ? Makanya, inilah perlunya subsidi itu. Jangan hanya menuntut tingkatkan kenyamanan tingkat ini, itu. Padahal, subsidi itu amanah undang-undang lho,” ungkapnya.
Pengamat kebijakan publik Agus Mustafa Kamal mengamini pernyataan Kurnia. Menurutnya, semua moda angkutan kelas ekonomi layak mendapatkan subsidi dari negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Dalam undang-undang dikatakan, bukan hanya kereta api kelas ekonomi saja, tetapi juga angkutan umum lain seperti bus AKAP dan bahkan angkutan udara jenis perintis,” ujarnya saat dihubungi.
Saat ini, lanjut Agus, masyarakat yang membutuhkan angkutan umum kelas ekonomi masih sangat banyak, terutama di kota-kota kecil. Sementara, kondisi perusahaan otobus yang menyediakan layanan banyak yang sekarat atau setengah sekarat karena tergilas roda persaingan.
Bahkan, banyak diantara perusahaan otobus yang nekat dan mencoba bertahan, beroperasi dengan kondisi yang seadanya. “Jadi, dengan kondisi seperti ni, tanpa subsidi mana mungkin kita menuntut perbaikan. Tapi, untuk menyalurkan subsidi, siapa yang menerima, dan bagaimana mekanisme harus benar-benar selektif. Jangan sampai justru menjadi ajang baru mencari keuntungan bagi diri sendiri atau hazard,” paparnya.
Mengutip data Organda tahun 2015 lalu, dia menyebut sampai tahun lalu jumlah bus AKAP di Tanah Air sebanyak 400.000 unit. Bus sebanyak itu mengangkut rata-rata 1,5 juta orang penumpang saban bulannya.
Sebelumnya, di sela diskusi yang digelar MarkPlus di Jakarta beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Pudji Hartanto Iskandar, menyebut, dalam inspeksi yang dilakukan pihaknya menjelang lebaran lalu, diketahui dari 11.155 unit bus, hanya 55% yang layak beroperasi.
“Sementara, sisanya, memiliki berbagai macam pelanggaran mulai dari administrasi, teknis, hingga penunjang. Sistem manajemen keselamatan pada angkutan darat harus segera dibenahi dengan serius,” ujarnya.
Ihwal subsdi PSO, Pudji mengatakan hal itu tengah dikaji secara intensif oleh pihaknya. Namun, dia berharap kalangan pelaku usaha bus melakukan pembenahan dan perbaikan terlebih dahulu.
Sebelumnya, Juni lalu, Ignasius Jonan – yang waktu itu menjabat Menteri Perhubungan – mengatakan, akan mengusulkan subsidi PSO untuk bisa terealisir pada tahun 2018. Tapi, Jonan juga meminta operator bus untuk membenahi armada dan manajemennya. (Ara)