Jakarta – Sejumlah kalangan memprediksi penjualan kendaraan komersial sepanjang tahun masih akan belum pulih seperti tiga atau empat tahun lalu, karena pertumbuhan ekonomi yang masih belum semoncer pada masa itu. Meski begitu permintaan diyakini masih ada.
“Kalau saya melihat pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional untuk tahun ini, dari kisaran 5,2-5,6 persen menjadi sekitar 5-5,4 persen, itu sejatinya sudah dilihat oleh kalangan industri. Sebab, pasar global yang berpengaruh ke sektor tambang dan perkebunan juga masih lemah,” tutur Direktur MagnaBeta Market Ressearch & Strategy Consulting, Widhi Nugraha saat dihubungi Otoniaga, tadi malam.
Menurutnya, permintaan dan harga komoditas perkebunan seperti Crude Palm Oil (CPO), karet, dan sejumlah komoditiunggulan lain memang telah mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut masih relatif kecil.
Sementara, permintaan komoditas energi seperti batubara masih lemah. Sedangkan di saat yang sama harga minyak dunia masih rendah juga, sehingga permintaan minyak sawit untuk sumber energy alternative juga masih belum setinggi yang diharapkan.
“Sedangkan konsumsi dalam negeri, khususnya yang digerakan oleh belanja pemerintah masih belum maksimal. Meski kegiatan pembangunan infrastruktur sudah dicanangkan, namun sebagian besar eksekusinya masih lambat. Praktis yang bergerak konsumsi rumah tangga serta industry pendukungnya,” papar Widhi.
Dengan kondisi ini, maka kendaraan komersial yang masih terserap pasar adalah kendaraan jenis ringan seperti truk ringan, pickup, serta motor niaga. Itu pun, lanjut Widhi, juga masih rekatif kecil permintaannya.
Sebelumnya, usai Rapat Dewan Gubernur BI kemarin, Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan Koreksi turun prognosa ekonomi Indonesia itu dilakukan bank sentral karena mempertimbangkan perlambatan ekonomi global dan dinamika ekonomi domestik.
“Dalam Rapat Dewan Gubernur yang diselenggarakan dua hari ini, kami menyimak kondisi perekonomian dunia yang kembali lebih lemah dibandingkan sebelumnya,” kata dia.