Indonesia saat ini masih jauh tertinggal dibanding negara-negara lain – bahkan dibanding negara-negara tetangga di lingkup wilayah ASEAN- dalam hal jumlah entrepreneur alias wirausahawan. Fakta berbicara, di berbagai belahan dunia manapun, wirausahawan merupakan backbone atau tulang punggung perekonomian suatu bangsa. Jika ekonomi suatu negara makmur, maka kemajuan akan dengan mudah terwujud.
Hingga saat ini jumlah pengusaha di Indonesia dari 250 juta jiwa penduduk, baru 1,7-1,8 persen. Tentu sangat jauh dengan negara-negara lainnya. Data Global Entrepreneurship Monitoring menunjukan, Amerika Serikat memiliki 11 persen, China 12 persen, Singapura 8,4 persen, Malaysia 5 persen, dan Thailand 3 persen.
Padahal, suatu bangsa bisa mengakselerasi kemajuan ekonomi jika minimal memiliki jumlah pengusaha sebanyak 4 persen dari total penduduknya. Indonesia, memiliki modalitas yang sangat besar untuk mencetak para wirausaha baru.
Sumber kekayaan alam yang berlimpah bisa diolah menjadi berbagai komoditas yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia. Kedua, negeri ini juga memiliki sumberdayamanusia usia produktif atau biasa disebut bonus demografi yang jumlahnya mendominasi.
Sebagian dari mereka bisa dirangsang dan diarahkan menjadi pengusaha setidaknya mulai dari skala Usaha Kecil dan Menengah. Memang, fakta empiris juga tidak bisa dinafikan bahwa sektor UKM memang masih belum dilirik karena selain tidak bergengsi juga banyak yang hidup’pas-pasan’. Tidak bankable-nya sektor ini karena sistem manajemen yang buruk, menjadikannya sulit mengakses permodalan.
Selain itu, operasional yang tidak efisien menjadikan marjin keuntungan kecil, maklum sebagian besar pelaku UKM dihadapkan pada biaya logistik alias angkutan yang cukup besar, 20-30 persen dari biaya operasional. Terlebih, mereka juga sulit mengakses pasar.
Semuanya seperti lingkaran setan. Tapi, fakta ini bukanlah harga mati Mari kita putus lingkaran setan dengan potensi yang kita miliki. Pemerintah telah menyediakan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ini modal utama.
Kemudian untuk tools-nya, sediakan kendaraan sebagai angkutan operasional – baik untuk menunjang produksi maupun distribusi – yang murah harganya, kuat, sekaligus ringan biaya operasionalnya. Sehingga, mereka bisa mendapatkan margin keuntungan yang lumayan untuk akumulasi modal dan menopang kebutuhan hidup.
Ketiga, seiring dengan tersedianya modal dan sarana produksi itu, proses pedampingan dalam rangka pemasaran terus dilakukan.Ketiga hal ini sudah ada di depan mata kita, tinggal bagaimana mengeksekusinya.
Sebab, sejumlah Agen Pemegang Merek (APM) mobil menyediakan kendaraan yang memenuhi karakter seperti itu. PT Tata Motors Distribusi Indonesia (TMDI) tempat penulis bekerja selama ini misalnya, telah menyediakan berbagai kendaraan komersial untuk keperluan usaha ini.
Misalnya, Tata menyediakan Tata Ace EX2 yang harganya lebih terjangkau. Pickup ini bermesin diesel berkapasitas 700 cc. Meski kecil namun memiliki tenaga yang cukup besar dan yang paling penting ongkos perawatannya sangat murah. Tentu ini sangat cocok bagi pengusaha pemula.
Hal itu sudah terbukti saat Tata Motors melakukan program di India. Dengan cara menyediakan paket pembelian yang murah dan sederhana, yakni uang muka sangat murah, para penggunanya – yang merupakan pengusaha skala mikro, kecil, dan menengah – langsung menggunakannya.
Sehingga keuntungan dari hasil usahanya bisa untuk menyicil dan sebagian untuk akumulasi modal usaha. Program ini ternyata cukup berhasil dan saat ini mulai diterapkan di Indonesia terutama di daerah-daerah.
Dengan menawarkan kendaraan tersebut kami ingin menyasar sektor UKM yang bergerak di bidang kuliner, perdagangan eceran, industri kecil, jasa pengiriman, pertanian, angkutan umum,dan perikanan. Sebab, sektor-sektor tersebut sangat membutuhkan sarana angkutan namun yang tidak terlalu besar – karena sesuai kondisi finansial atau omset mereka.
Sementara selama ini mereka kurang bisa berkembang karena margin keuntungan yang tergerus oleh biaya operasi terutama angkutan. Sebagian besar dari mereka juga sulit mendistribusikan produk karena tidak memiliki kendaraan.
Artinya, dengan kendaraan komersial, sejatinya kita bisa berkontribusi mewujudkan kemajuan suatu bangsa. Caranya dengan mendukung lahirnya wirausaha baru melalui penyediaan sarana angkutan murah, dan kecil biaya operasionalnya. Sebab itulah barang modal yang saat ini sangat mereka butuhkan.
*Tulisan ini disarikan dari wawancara dengan Public Relation Manager Tata Motors Distribution Indonesia, Kiki Fajar