Jakarta – Jika kereta api semi cepat Jakarta – Surabaya nanti benar-benar terwujud diperkirakan juga akan mengangkut barang. Namun, fungsi itu diyakini tak akan menggeser peran angkutan truk, justru sebaliknya memberi peluang baru.
“Realisasi kereta api tidak akan mengurangi peranan truk pengangkut barang (trucking) karena tiga alasan,” papar Setijadi Chairman Supply Chain Indonesia – lembaga konsultan dan penelitian tentang logistik dan supply chain – kepada Otoniaga melalui surat elektronik.
Pertama, persentase volume yang bisa diangkut oleh kereta api sangat terbatas. Kedua, trucking akan tetap diperlukan sebagai feeder antara pelabuhan atau stasiun kereta dan lokasi perusahaan. Ketiga, trucking mempunyai keunggulan dibandingkan kereta, terutama dalam hal fleksibilitas waktu dan jangkauan.
Menurutnya, berdasar analisis SCI, volume barang yang bisa diangkut dengan kereta tersebut terbatas karena kepadatan kapasitas lintas kereta di jalur yang dilalui sudah cukup padat. Oleh karena itu, operator kereta harus berupaya mengoptimalkan panjang rangkaian dan frekuensi pengoperasian kereta tersebut.
“Sementara, perusahaan pemilik barang tentunya juga mempertimbangkan biaya end-to-end. Sehingga, pengoperasian kereta tersebut harus terintegrasi dengan pelayanan truk. Disinilah diperlukan kerja sama antara operator kereta tersebut dengan operator trucking,” tutur Setijadi.
Pernyataan senada diungkapkan Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Kyatmaja Lookman. Menurutnya, tarif angkutan kereta masih terbilang mahal, apalagi tidak bisa langsung menjangkau ke lokasi tujuan pengiriman barang.
Menurutnya, dengan adanya angkutan kereta justru akan meningkatkan frekuensi angkutan truk. Jika barang lebih cepat datang di suatu titik tujuan, maka frekwensi pengiriman juga akan lebih banyak. Walhasil, orderan untuk truk mengangkut barang ke tempat tujuan pun bertambah.
“Sebab, customer tahunya ya door to door. Artinya akhir dari semua moda itu ke darat (angkutan darat seperti truk),” ucapnya kepada Otoniaga.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Masita, mengamini pernyataan Kyatmaja. Bahkan karena volume yang bisa diangkut kereta tidak banyak, maka moda transportasi ini tidak akan bisa menggantikan angkutan truk terutama di pulau Jawa.
“Memang tergantung kapasitas kereta dan proses bongkar muat di setiap stasiun,” kata dia.
Namun jika melihat kepadatan arus kereta di setiap stasiun, maka kecil sekali kemungkinan untuk memaksimalkan kapasitas angkut karena faktor proses bongkar muat. “Tapi, kalau sekarang masih lebih murah pakai truk daripada kereta. Selisihnya bisa mencapai Rp 2 juta (tarif angkutan barang),” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meyebut, nantinya pembangunan jalur kereta semi cepat Jakarta – Surabaya akan melintasi dry port. Dengan demikian, lanjutnya, kereta tersebut bisa mengangkut barang.
“Sekarang sudah terintegrasi. Dan kita, itu kan kereta api itu hanya mempercepat 200 Km,” kata Luhut, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, kemarin (11/10).
Menurutnya, pengangkutan barang dengan kereta berkecepatan 200 km/jam itu akan berdampak positif terhadap perekonomian. Sebab, kiriman barang yang dibutuhkan akan lebih cepat sampai ke tujuan.
“Sehingga jadi cepat kemudian juga pengangkutan kontainer juga lebih banyak,” ucapnya.
Pemerintah saat ini telah menawarkan penggarapan proyek kereta tersebut ke sejumlah pihak, salah satunya pemerintah Jepang. Bahkan, kata Luhut, pemerintah Negeri Matahari Terbit itu menyatakan minatnya untuk membangun kereta Jakarta – Surabaya.
Luhut yang telah bertemu dengan Perdana Menteri dan Menteri Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi Jepang menyebut negara itu menawarkan kerjasama survei studi kelayakan pada awal tahun 2017 nanti. Pembangunan kereta ini diperkirakan ,menelan investasi sekitar US$2,5-3 miliar. (Ara/Ktb)