Jakarta – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Hubdat) Kementerian Perhubungan akan merevisi Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 tahun 2016 tentang Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek atau taksi online. Salah satu yang akan dibahas adalah keberatan dari pelaku bisnis soal mesin mobil yang minimal 1.300 cc.
Sebelumnya, usai diskusi bertajuk “Jalan Keluar Legalisasi Moda Transportasi Berbasis Aplikasi Online” di Jakarta, kemarin, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pudji Hartanto Iskandar mengaku pihaknya saat ini masih membahas dan menerima masukan-masukan. Informasi dan usulan itu berasal dari perusahaan taksi aplikasi maupun taksi resmi.
Salah satu masukan itu terkait dengan soal batasan mesin kendaraan bermotor yang dioperasikan minimal 1.300 cc. Padahal perusahaan taksi daring meminta agar batasan minimal 1.000 cc atau Low Cost Green Car (LCGC) juga bisa dioperasikan.
“Ini pun tengah dibahas, masukan baik lisan maupun tulisan, tapi finalnya nanti,” ujarnya di Hotel Ibis, Jakarta, kemarin.
Menanggapi hal ini, Nurdiansyah, salah seorang pemilik mobil yang juga menyewakan kendaraannya untuk perusahaan taksi daring mengaku senang jika masukan dari perusahaan aplikasi itu dikabulkan.
“Sebab, larangan di Permenhub 32 tahun 2016, soal batasan mesin itu bisa bias. Kalau bicara soal keamanan yang disebut tanpa ABS (Antilock Brake System). Lho kan ada juga mobil di atas 1.000 cc tanpa ABS. Nah saya kira aturannya harus pasti dulu,” tuturnya saat dihubungi Otoniaga, Kamis (20/10).
Dia menegaskan, jika larangan itu terus diberlakukan, maka akan menimbulkan keresahan. Sebab, saat ini telah banyak pengemudi yang menggunakan mobil bermesin kurang dari 1.300 cc.
Dia mencontohkan jumlah pengemudi yang terdaftar sebagai anggota Asosiasi Oncom-Buser (Online Community dan Barisan Uber Serentak), yang sebanyak 5.927 orang.
“Sekitar 5.150 orang lebih dari jumlah tersebut, menggunakan mobil bermesin 1.300 cc atau lebih. Sedangkan sisanya, pakai mobil LCGC (atau mobil bermesin kurang dari 1.300). Padahal, mereka juga KIR dan dinyatakan lolos. Nah, bagaimana ini?,” ungkapnya.
Sementara penggiat Masyarakat Peduli Transportasi, Abdil Furqon. Dia menyebut, sebaiknya momen revisi aturan ini juga dimanfaatkan oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan transportasi umum terutama taksi untuk mengakomodir perkembangan terkini dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di dunia otomotif maupun masyarakat.
“Jangan sampai baru diberlakukan menimbulkan kegaduhan lagi, ingar binger lagi. Masyarakat jadi bingung untuk menggunakan jasa transportasi. Harus diakui, keberadaan taksi aplikasi juga menjadi alternatif yang dilirik masyarakat karena butuh transportasi yang aman dan nyaman. Tapi soal keamanan juga sangat jauh lebih penting. Ini yang wajib diperhatikan oleh pemerintah maupun penyedia jasa transportasi,” paparnya melalui surat elektronik.
Adapun Kepala Unit Pengelola Pengujian Kendaraan Bermotor (UPPKB) Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, Muslim, mengaku tidak ingin berandai-andai dulu soal hasil pembahasan untuk revisi Permenhub 32 tahun 2016 itu. “Kita tunggu saja apa keputusannya nanti dari Kemenhub. Kami di DKI Jakarta hanya pelaksana kebijakan saja,” tuturnya melalui pesan singkat kepada Otoniaga.
Beberapa waktu sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta sempat menyatakan melarang mobil LCGC atau bermesin 1.000 cc untuk dijadikan armada taksi. Seperti dikatakan Muslim, saat itu (3/10), dalam Permenhub nomor 32 tahun 2016 sudah dengan tegas dijelaskan bahwa taksi online yang diperbolehkan melakukan uji KIR hanya kendaraan berkapasitas silinder di atas 1.300 cc.
“Pada pasal 18 sudah diatur jenisnya, ini juga menyangkut keamanan dan kenyamanan angkutan tersebut,” kata dia. (Ara/Ktb)