Jakarta – Saban harinya Jakarta dibanjiri 1.130 kendaraan bermotor baru semakin menambah akut kemacetan lalu-lintas yang ada. Tak hanya kerugian sebesar Rp 168 triliun per tahun atau Rp 186 miliar per hari yang timbulkan, tetapi tingkat stres masyarakat bertambah.
Mengutip hasil penelitian pakar dari Pusat Kesehatan Mental Masyarakat Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan, masyarakat pengguna jalan mengalami peningkatan stres saat di jalanan yang macet. Berbagai urusan yang harus diselesaikan menjadi unsur penekan psikologis mereka, sementara mereka berada dalam kondisi jalanan yang macet.
“Tata kota dan sistem transportasi yang buruk menjadi faktor penekan yang membuat warga rentan stres. Oleh karena itu, memperbaiki tata kota dan transportasi merupakan kunci untuk mengatasi persoalan yang berujung pada peningkatan stress tersebut,” tuturnya saat diskusi “Dampak Transportasi Massal terhadap Properti” di Synthesis Tower, Jakarta.
Dia menyebut, data Forum Informasi dan Kajian Statistik 2016, menunjukkan Jakarta saban harinya kebanjiran 1.130 unit kendaraan baru yang terdiri atas 240 mobil dan 890 sepeda motor. Pada sisi lain, warga dari kota-kota di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang berkegiatan di Jakarta juga masih besar jumlahnya.
Tak kurang dari 14,09% warga kota-kota itu yang mencari nafkah dan berkegiatan di Jakarta. Perjalanan mereka merupakan 50% dari 47,5 juta perjalanan di kawasan Jabodetabek saban harinya.
Menanggapi fakta itu, Margono Setijadi, salah seorang pemilik angkutan truk mengaku tidak kaget. Namun, dia hanya merasa was-was dengan dampak secara ekonomi yang akan diterima oleh masyarakat jika kemacetan tidak teratasi dan bahkan semakin akut.
“Sebab, kalau kondisi kemacetan yang sekarang sudah menjalar di wilayah pinggiran yang nota bene juga dilewati truk pengangkut bahan pangan dan berbagai bahan baku industri tidak segera diatasi, maka ongkos logistik yang saat ini masih terbilang mahal, maka akan semakin mahal. Ujungnya, harga barang juga akan semakin mahal,” tuturnya saat dihubungi Otoniaga.
Tak hanya itu. Margono juga menilai, kemacetan yang terjadi juga bisa memelorotkan daya saing industri nasional bahkan daya tarik nasional di mata investor. Sebab, dengan kondisi jalanan yang macet maka ongkos pengiriman bahan baku untuk industri mahal.
“Daya saing industri nasional juga bisa jeblok. Apalagi di era pasar bebas ASEAN, atau bahkan di forum global,” kata dia.
Pria yang lebih dari 25 tahun menggeluti bisnis transportasi itu menyebut, saat ini Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan kendaraan bermotor terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat dan China. Jumlahnya mencapai 107, 23 juta unit .
“Dari jumlah itu sekitar 70% berada di Jawa, dan dari jumlah di Jawa lebih dari setengahnya berada di Jabodetabek. Bahkan ada statistik (Forum Informasi dan Kajian Statistik) dari 10 mobil baru, 3 diantaranya berada di Jakarta. Belum lagi motor. Kemacetan yang akut bisa menurunkan daya saing Indonesia di mata investor asing,” ucapnya.
Baik Margono maupun Nirwono Joga merekomendasikan pembangunan angkutan massal di Jakarta untuk segera diselesaikan. Selain itu, pemerintah di daerah sekitar Jakarta juga harus ikut berperan serta untuk mencegah kemacetan di Jakarta yang lebih parah. (Ara/Ktb)