Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian melakukan sosialisasi Paket Kebijakan Deregulasi Ekonomi XIII terutama deregulasi di sektor logistik. Selain peraturan yang kontraproduktif dihapuskan, pelaku usaha angkutan truk dan logistik juga minta kelas jalan dinaikan sehingga acuan Jumlah Beban yang Diizinkan (JBI) diseragamkan antara satu daerah dengan daerah lainnya.
“Kita bisa menerima tentang batasan maksimal muatan atau tonase truk diberlakukan mulai awal Oktober ini. Tetapi bagi kami, adanya batasan ini serba salah. Sebab, kalau dibatasi, pengguna jasa angkutan dan logistik atau customer kami yakni industri dan pedagang tidak mau, karena dibutuhkan angkutan yang lebih banyak untuk mengangkut barang milik mereka. Sehingga, cost pun bertambah,” tutur salah seorang anggota Asosiasi Logistik Indonesia saat dihubungi Otoniaga, di Jakarta, Selasa (25/10).
Menurutnya, akibat dari pembatasan tersebut, tak hanya pihak industri atau produsen barang yang menanggung akibat karena perlu biaya ekstra untuk angkutan bahan baku atau produknya. Namun, masyarakat pun juga akan merasakan karena barang yang mereka beli harganya bertambah mahal.
“Ujung-ujungnya tingkat inflasi pun terkerek. Dan bagi industri yang berorientasi ekspor, barang produksinya juga sulit bersaing,” ucapnya.
Pria yang sehari-hari Menjabat Managing Director sebuah perusahaan angkutan logistik dan pergudangan itu menyebut, pihaknya mendukung kebijakan pembatasan tonase sesuai kapasitas jalan. Sebab, aturan yang bermula di Jawa Tengah dan kemudian diikuti Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan beberapa propinsi lainnya itu bertujuan memelihara jalan.
Namun, lanjut dia, semestinya bukan hanya perusahaan angkutan dan logistik yang saja yang diminta untuk mematuhi ketentuan itu. “Tapi juga para pengusaha atau industri pemilik barang yang menggunakan jasa angkutan truk juga diminta. Undang APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) dan berbagai asosiasi industri untuk meneken komitmen anti overload atau overtonase ini. Jadi fair. Tapi pemerintah juga harus berpikir ke depan dan realistis. Naikkan batasan maksimal muatan seiring dengan kemajuan teknologi,” paparnya.
Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Bidang Distribusi dan Logistik, Kyatmaja Lookman sependapat dengan sumber itu. Dia menyebut, kondisi kapasitas jalan yang ada saat ini sudah tidak mengikuti perkembangan. “Jalan-jalan kita memang perlu di-upgrade kelasnya. Memang, itu butuh anggaran banyak. Ada juga terobosan lain, misalnya menggunakan truk bersumbu lebih banyak dan ban ukuran lebih besar, ” ujarnya.
Jumlah sumbu roda truk juga berperan penting. Hanya saja, faktanya, saat ini kebanyakan pengusaha angkutan truk menggunakan armada yang bersumbu roda tiga atau bahkan kurang dari itu. “Nah, apakah ini berarti semua truk itu dilarang? Terus mau dikemanakan? Discrap? Tapi, semua tentu harus ada solusinya,” ungkapny
Sementara penggunaan ban berukuran besar dan bertapak lebar dinilai mampu mengurangi tekanan beban muatan di suatu titik permukaan jalan. Titik tumpuan ban yang bersentuhan dengan permukaan jalan juga semakin lebar.
Tapi, sebut Kyat, persoalan yang tidak kalah penting adalah menaikan kelas jalan. Sehingga standar ketentuan JBI antara satu daerah dengan daerah lain tak mengalami perbedaan.
“Sebab fakta selama ini menunjukan, saat truk berjalan di daerah banyak jalan kelas II dan III, persoalan pun terjadi, terutama yang berkaitan dengan muatan atau JBI,” kata dia.
Kyat mencontohkan di jalur Pantai Utara Jawa (Pantura), JBI truk tiga sumbu di jalan kelas I bisa 24.000 kilogram bisa dengan bebas melintas. Sebab di wilayah itu banyak sekali jalan kelas I. Namun, keadaan berubah ketika truk yang sama melintasi di daerah lain yang banyak jalan kelas II dan III.
“Mereka menghadapi Masalah over muatan. Repot jadinya,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Prasarana Kementerian Perhubungan, Carlo Manik, mengatakan Kemenhub tetap membatasi muatan truk berdasar power to weight ratio maksimal 5,5 kW per ton sebagai muatan maksimal. “Sehingga, truk-truk yang lewat tidak merusak jalan. Namun, truk yang punya power besar boleh saja melebihkan muatan, asal sesuai dengan kapasitas atau kelas jalan,” ujarnya kepada Otoniaga melalui pesan singkat.
Carlo menegaskan, batasan 5,5 kW per ton tersebut untuk truk-truk besar seperti trailer. (Ara)