Moncernya E-Commerce Belum Kuat Dongkrak Penjualan Kendaraan Niaga

Ilustrasi Truk Trailer - fronterasdesk

Jakarta – Sejumlah kalangan menyebut pertumbuhan sektor e-commerce di Indonesia cukup fantastis dengan nilai sekitar US$ 30 miliar atau sekitar Rp 391 triliun. Meski memiliki potensi besar, namun sampai saat ini, sektor itu belum cukup kuat mendongkrak penjualan kendaraan niaga.

“Harus dipilah dulu kalau kita bicara soal e-commerce ini. Sebab, di dalam e-commerce atau pasar daring, itu tidak hanya marketplace yang berjualan aneka barang mulai dari lipstick, perabot rumah tangga, hingga motor, atau bahkan mobil. Tapi, e-commerce juga termasuk jasa layanan kendaraan sewa berbasis aplikasi seperti Go-Jek, Grab, Uber dan sebagainya. Jadi yang mana nih? Kalau dibilang menjadikan permintaan kendaraan niaga langsung naik, apa benar?,” tutur salah seorang eksekutif di anak perusahaan Astra International di bidang otomotif kepada Otoniaga, Jumat (28/10).

Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gakindo), dia menyebut sejak tiga tahun terakhir porsi penjualan kendaraan niaga terus menciut. Jika tiga tahun lalu masih sekitar 27 %, kini tinggal 6%.

“Di tahun ini saja, sampai September lalu penjualan kendaraan niaga hanya 47.818 unit. Padahal, di tahun lalu pada periode yang sama jumlah kendaraan niaga yang terjual sebanyak 74.769 unit. Itu termasuk kendaraan low pickup sampai heavy duty truck,” kata dia.

Bahkan, penjualan kendaraan komersial ringan yakni pick-up pun juga terus melorot. Tahun ini saja, dari Januari sampai September penjualan retail low pickup sebanyak 74.659 unit. “Jumlah itu turun 33% dibanding kurun waktu yang sama tahun lalu. Nah, yang terjual ini apakah terserap oleh perusahaan logistik karena ada lonjakan permintaan dari perusahaan marketplace atau e-commerce, belum ada data yang pasti. Tapi kalau pun ada, tentu tidak sebanyak itu,” ungkapnya.

Sebelumnya, pernyataan senada diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Iman Gandi, dalam diskusi “Menstimulus Industri Logistik & Kendaraan Niaga di Indonesia”, di Jakarta. Dia menyebut, e-commerce memang tengah naik pesat bahkan cenderung bubble.

Namun, lanjutnya, perkembangan yang pesat itu belum cukup untuk mendongkrak penjualan kendaraan niaga. “Meski, potensinya juga cukup besar,” kata dia.

Mohammad Hadris Harvianto, salah seorang pelaku bisnis e-commerce menyebut, gegap gempitanya e-commerce di Tanah Air langsung berkorelasi positif dengan penjualan kendaraan niaga. Apalagi, lanjutnya, harus dibedakan antara e-commerce yang marketplace dan yang lainnya termasuk angkutan berbasis aplikasi.

“Kalau marketplace urusannya terkait sama logistik. Nah, sekarang pertumbuhan pasar logistik berapa? Sementara, pertumbuhan logistik itu sendiri bukan semuanya dari market place, tapi juga dari industri manufaktur, atau consumer goods yang sebelumnya sudah eksis. Malah porsinya jauh lebih besar yang sudah eksis. Dengan kata lain, kalau pun ada penyerapan kendaraan niaga baru, mungkin yang terbesar dari sektor di luar marketplace atau e-commerce,” tuturnya.

Sebelumnya, Direktur Marketing Mitsubishi Fuso Truck & Bus Corporation, Duljatmono, dalam siaran persnya menyatakan sektor logistik dan consumer goods memberikan kontribusi penjualan Mitsubishi Fuso sekitar 50%. Sedangkan sisanya, infrastruktur menyumbang 25%, perkebunan dan tambang 25%.

Marketing Manager-Commercial Vehicle PT Tata Motors Ditribusi Indonesia (TMDI), Wilda Bachtiar
Marketing Manager-Commercial Vehicle PT Tata Motors Ditribusi Indonesia (TMDI), Wilda Bachtiar

Sementara itu, Marketing Manager-Commercial Vehicle PT Tata Motors Ditribusi Indonesia (TMDI), Wilda Bachtiar menyebut, tren yang terjadi sejak 15 tahun terakhir menunjukkan, permintaan kendaraan komersial untuk sektor logistik stabil. Artinya, jika saat ini penjualan kendaraan jenis ini masih turun, sejatinya tertopang oleh sektor logistik.

“Sebab ada segmen yang sebelumnya member kontribusi besar ke GDP yakni pertambangan dan perkebunan, kini turun drastis. Bahkan di sektor tambang hampir semuanya memangkas (kebutuhan) kendaraan secara signifikan. Walhasil, pertumbuhan di sektor logistik menarik perhatian semua pelaku (industri otomotif),” ujarnya kepada Otoniaga.

Hanya memang, tingkat pertumbuhan di sektor logistik itu tidak serta merta berbanding lurus dengan permintaan kendaraan. Terlebih, daya beli masyarakat masih naik turun, sehingga berimbas kepada permintaan barang. “Sehingga, sektor logistik juga terpengaruh,” ucapnya.

Kendati begitu, seperti halnya Iman Gandi dan Hadris Harvianto, Wilda optimis sektor e-commerce market place akan tumbuh. Sehingga sektor logistik pun akan ikut melaju lebih kencang.

Tapi, Wilda memberi catatan, ke depan tren permintaan kendaraan penyokong kegiatan logistik e-commerce adalah kendaraan pengantaran yang lebih bersifat personal. Ukuran kendaraan tersebut lebih kecil, karena sifat pengantaran yang door to door langsung ke customer.

pickup-kecil-tata-motors-ace-ex-2

Sebab, kata Wilda, kendaraan jenis ini dinilai lebih hemat, selain kemampuan akses di berbagai kondisi jalan. Sebab, jalur hub atau pusat distribusi barang akan terpotong yakni dari main warehouse atau main distributor ke pelanggan akan dilakukan secara langsung.

“Di sinilah menggunakan kendaraan kecil, karena semakin kecil semakin irit dan menguntungkan secara bisnis. Sebab, dalam bisnis e-commerce yang juga menjadi trigger, pengantaran barang itu cenderung just in time dan individual delivery,” paparnya.

Kendaraan yang dimaksud Wilda adalah pickup. Sehingga, bagi para industri produsen mobil, menghadirkan pickup yang irit bahan bakar, fleksibel dengan kondisi jalan, irit biaya perawatan, merupakan tantangan. “Dan kami di Tata Motors mempunyai kendaraan dengan kriteria seperti itu. Antara lain Tata Super Ace EX 700 cc,” imbuhnya. (Ara)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *