Ini Potret Komoditas Sawit, Salah Satu Sektor Penyerap Kendaraan Komersial

Foto Wagino - wikimedia

Jakarta- Perusahaan penghasil kelapa sawit dan produk turunannya merupakan penyerap kendaraan niaga mulai dari pickup hingga heavy duty truck dalam jumlah besar. Namun, kondisi sektor perkebunan ini terus menghadapi kondisi yang dinamis baik di tingkat hulu produksi hingga hilir atau pasar hasil produksinya.

Saat ini produksi minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) Indonesia dan Malaysia mencapai 85 – 95 persen dari total produksi dunia. Bahkan, Indonesia tercatat sebagai produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia.

“Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia terpenting. Kontribusi ekspor komoditi ini mencapai US$ 19 miliar per tahun,” tutur Menteri Perdagangan, Thomas Lembong beberapa waktu lalu.

Data Kementerian Pertanian menyebut, total luas areal perkebunan sawit saat ini mencapai 8 juta hektar atau dua kali lipat dibanding tahun 2000 lalu. Namun, sumber lain dari kalangan penggiat lingkungan hidup dan asosiasi pengusaha kelapa sawit menyebut, total luas areal kebun sawit hingga akhir tahun 2015 lalu telah mencapai 11,4 juta hektar atau naik 30 persen dibanding 5 tahun lalu.

Potensi pasar atau permintaan komoditi ini di dunia sangat besar. Sebab, minyak sawit dan berbagai produk turunannya sangat dibutuhkan masyarakat dunia karena bisa diolah menjadi berbagai produk seperti makanan, bahan produk pembersih di rumah tangga, sabun, kosmetik, hingga sumber energy alternatif seperti biodiesel.

Truk Kelapa Sawit

Selama ini tujuan ekspor produk minyak sawit Indonesia adalah Belanda, China, India, Malaysia, dan Singapura. Hanya, sejak tahun 2014 lalu, permintaan pasar mulai meredup atau fluktuatif. Begitu pun dengan harganya, seiring dengan resesi ekonomi global serta turunnya harga minyak mentah dunia.

Namun, satu tantangan yang tidak kecil adalah penolakan dari masyarakat di sejumlah negara Eropa terhadap produk ini. Isu-isu negatif yang terkait dengan perkebunan kelapa sawit yang merusak lingkungan karena alih lahan hutan, merusak ekosistem serta habitat orang utan, menjadi isu paling manjur di kawasan Eropa.

Selain itu, isu yang terkait dengan kesehatan yang menyebut kandungan lemak minyak ini sangat tinggi juga terus terlontar. Bahkan, sejumlah negara menerapkan hambatan non tarif maupun tarif. Perancis misalnya.

Negara ini berniat memberlakukan pajak impor progresif minyak sawit, mulai tahun 2017 mendatang. Beleid yang mengatur kebijakan itu mulai dibahas di Majelis Tinggi Legislatif  pada 21 Januari lalu melalui Amandemen Nomor 367.

Aturan anyar itu menetapkan produk yang mengandung palm oil, palm kernel oil, dan coconut oil akan dikenai pajak progresif sebesar EUR 300 per ton mulai tahun 2017. Besaran pajak itu meningkat menjadi EUR 900 per ton pada tahun 2020 dan seterusnya. (Jna/Berbagai sumber)

Lantas bagaimana kinerja produksi dan ekspornya selama ini? Berikut data yang dikutip dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) :

Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Produksi (juta ton) 19,2 19,4 21,8 23,5 26,5 30,3 31,5 32,5 32,0
Ekspor (juta ton) 15,1 17,1 17,1 17,6 18,2 22,4 21,7 26,4 27,0
Nilai Ekspor (Miliar US$) 15,6 10,0 16,4 20,2 21,6 20,6 21,1 18,6 18,6

Keterangan :
1. Angka tahun 2016 adalah prognosis atau angka proyeksi
2. Sumber : Gapki, 2016

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *