Jakarta – Bank Indonesia (BI, Kamis (16/6) kemarin kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin sehingga menjadi 6,5%. Pemangkasan bunga acuan yang berbarengan dengan bertahannya dinilai pelaku industri otomotif cukup memberi angin segar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara, usai rapat Dewan Gubernur BI menjelaskan, bank sentral juga menurunkan BI Seven Day Reverse Repo Rate, Deposit Facility, Lending Facility masing- masing sebesar 25 basis poin sehingga menjadi 5,25%, 4,5% dan 7%.
Menurutnya, ada sejumlah alasan BI memangkas suku bunga acuan itu. Pertama, karena perekonomian yang stabil. Kedua, surplus perdagangan sepanjang Mei lalu. Ketiga, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Keempat, tingkat inflasi yang tetap rendah dan terjaga.
“Kalau kita lihat, neraca perdagangan Indonesia tercatat mengalami surplus pada bulan Mei lalu. Kemudian, nilai tukar rupiah kembali menguat pada bulan Juni ini,” tuturnya di kantor pusat BI, Jakarta, Kamis (16/6).
Senada dengan Tirta, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution di sela acara berbuka puasa bersama di kantornya mengatakan, pemangkasan BI Rate ini waktunya tepat. “Sekarang memang (penyerapan) kredit itu agak melambat. Tapi (tingkat) inflasi cukup tertekan, sehingga (pemangkasan BI Rate) ini waktunya pas,” kata dia.
Bahkan, Darmin menyebut jika tingkat inflasi tetap rendah, maka sangat mungkin bagi BI untuk mencukur lagi BI Rate. Hanya memang, dampak pemangkasan ini baru terasa di kuartal ketiga, terlebih jika pemangkasan 7 Days Repo Rate sudah efektif dijalankan pada Agustus nanti.
Dampak yang akan dirasakan adalah pturunnya suku bunga kredit perbankan yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat. “Dengan inflasi yang rendah dan dibarengi penurunan suku bunga akan ada ruang untuk meningkatklan konsumsi,. Itu hubungannya,” ucapnya.
Menanggapi kebijakan BI itu, Direktur Sales dan Promosi PT Hino Motor Sales Indonesia, Santiko Wardoyo, mengaku semakin optimis kondisi pasar kendaraan bermotor khususnya kendaraan komersial akan menggeliat di semester kedua nanti. “Sebab, pada satu sisi pemerintah akan melaksanakan berbagai proyek infrastruktur, yang sekarang sudah mulai digenjot lagi seiring dengan masuknya investasi atau dana pinjaman dari berbagai negara seperti China, Jepang dan lainnya. Di sisi lain, bunga kredit bank juga akan turun,” paparnya saat ditemui usai buka puasa bersama di kantornya tadi malam.
Dengan suku bunga kredit yang rendah untuk modal kerja, maka banyak sektor swasta atau pemerintah yang ikut menggarap berbagai proyek itu akan beroperasi lebih giat lagi. Pada saat seperti ini, maka permintaan kendaraan komersial mulai dari pickup, truk ringan hingga berat akan terjadi.
Selain itu, konsumsi masyarakat juga akan meningkat. Seiring dengan bertumbuhnya permintaan masyarakat, maka pergerakan sektor manufaktur maupun sektor jasa juga akan meningkat.
Pernyataan serupa sebelumnya juga sempat diungkapkan Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto kepada Otoniaga.Menurutnya, jika The Federal Reserve atau bank sentral Amerika Serikat menahan tingkat bunga acuannya (di level 0,25 – 0,5%) maka kemungkinan besar dana segar investasi akan mengalir ke pasar modal.
“Jika itu terjadi maka rupiah akan semakin stabil. Jika rupiah stabil, inflasi terjaga, bunga rendah, dan konsumsi masyarakat meningkat. Sektor usaha juga bergerak,” ucapnya.
Namun, satu lagi harapan Jongkie, yakni BI membuat kebijakan pelonggaran moneter lagi berupa penurunan besaran uang muka kredit. Meski dengan catatan, penyaluran kredit tetap menjaga aspek kehati-hatian agar tidak terjadi kredit macet. (Ktbr/Ara)