Jakarta – Pemerintah mengizinkan truk angkutan barang maksimal dua sumbu tetap beroperasi saat lebaran. Namun sejumlah pelaku jasa logistik memperkirakan tetap ada penurunan sekitar 30%.
“Jika tidak dilakukan langkah antisipasi dengan memnperbesar volume pengiriman sebelum ketentuan itu (surat edaran Dirjen Hubdat Kemenhub berlaku mulai 1 -10 Juli) efektif berlaku, maka penurunan volume akan jauh lebih besar,” tutur salah satu anggota Asosiasi Jasa Logistik Indonesia, saat dihubungi Otoniaga, di Jakarta, Jumat (23/6).
Dia menyebut, meski truk ukuran kecil yakni kategori II dan III atau maksimal dua sumbu masih diperbolehkan beroperasi, namun volume atau kapasitas angkut truk tersebut tidak sebesar truk tronton, trailer, wingbox, dan truk gandeng. Kalaupun pengusaha angkutan memaksakan diri mengoperasikan truk ringan atau truk medium, maka ongkos operasional akan bertambah. Sehingga tidak efisien.
“Ini serba repot. Sedangkan bagi pabrikan yang barangnya biasa diangkut tetapi karena pada periode itu tidak bisa diangkut, maka harus menanggung biaya inventory atau penyimpanan di gudang. Industri lain yang menerima barang atau distributor juga harus menaikan jumlah stok untuk 10 hari ke depan, ini juga biaya stok lagi,” paparnya.
Menurutnya, pengusaha truk harus menanggung kerugian antara Rp 1,2 – 2,5 juta per hari untuk setiap truk yang tidak beroperasi selama masa pelarangan itu. “Artinya, kebijakan masih membolehkan truk hingga dua sumbu beroperasi itu langkah maju daripada melarang sama sekali. Tapi tetap saja, penurunan volume logistik dan kerugian tetap terjadi,” kata dia.
Sementara itu, PT Serasi Logistic Indonesia – anak perusahaan Grup Astra – telah melakukan langkah antisipasi terhadap segala konskwensi dari kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut.
“Secara prinsip Selog (Serasi Logistic) Group tetap harus mematuhi kebijakan yang dikelaurkan pemerintah. Terkait masalah pembatasan (operasional 10 hari) tersebut, Selog sudah berkoordinasi dengan semua customer, sehingga dilakukan penyusunan schedule distribusi yang disepakti,” tutur General Manager PT Selog Indonesia, Tri Edi Herlambang dalam pesan singkatnya kepada Otoniaga.
Kesepakatan jadwal distribusi itu baik menjelang izin lintas atau operasional truk dibatasi maupun setelah diizinkan kembali. Dengan demikian, potensi kerugian bisa diminimalisir.
Tri Edi tak menampik, dengan adanya kebijakan tersebut akan terjadi penurunan utilisasi sekitar 30%. Namun itu terjadi pada distribusi long haul atau distribusi antar provinsi. Sedangkan untuk distribusi shoret haul atau antar kota dalam provinsi akan dimaksimalkan.
“Sejauh ini, berdasar planning yang sudah dibuat Selog untuk menghadapi lebaran, diharapkan apada peningkatan volume distribusi di area Jawa dan Sumatera serta sebagian Indonesia Timur,” paparnya.
Sebelumnya, dalam salinan surat edaran dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Nomor 22/2016 disebutkan Larangan angkutan barang beroperasi sejak H-5 hingga H+3 itu bertujuan untuk memperlancar arus lalu lintas selama arus mudik dan balik. Disebutkan pula, truk-truk yang diizinkan melintas selama periode Lebaran adalah truk ringan kategori II dan truk medium duty kategori III.
Artinya, truk jenis tronton dan wingbox baik berformasi 6×2 atau 6×4, truk trailer, truk kontainer maupun truk gandeng dilarang beroperasi. (Ara/Ktbr)