Ngeri, 5 Juta Orang Jakarta Idap Penyakit Pernafasan Karena Polusi

lalu-lintas di jakarta - Mobil123

Jakarta – Akibat pencemaran udara, 57% lebih atau sekitar 5 juta penduduk Jakarta menderita berbagai penyakit pernafasan dengan biaya pengobatan mencapai Rp 38,5 triliun. Penyediaan secara massal angkutan umum berbahan bakar gas dinilai menjadi salah satu solusi terbaik.

“Hasil dari riset yang kami lakukan bersama United States – Environmental Protection Agency (UNEP US- EPA), menunjukkan bahwa 57 persen penduduk Jakarta menderita sakit akibat pencemaran udara,” tutur Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Syafrudin kepada Otoniaga, Jumat (29/7).

Read More

Menurutnya, berbagai gas beracun yang dihasilkan kendaraan bermotor seperti PM10 (Particulate Matter), NO2 (Nitrogen Oksida), O3 (Ozon) menjadi penyebab pencemaran udara di Jakarta. Berbagai gas itulah yang meracuni organ tubuh manusia atau penduduk Jakarta seperti organ saluran pernfasan hingga paru-paru yang rusak.

Dia menyodorkan rincian hasil penelitrian yang dilakukan tahun 2012 lalu, yakni 1.210.581 orang menderita asthmatic bronchial, 153.724 orang menderita bronchopneumonia. Sementara, 2.449.986 orang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), 336.273 orang menderita pneumonia atau radang paru-paru.

Sedangkan 153.724 orang menderita COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) yaitu penyakit paru obstruktif kronik. Adapun 1.246.130 orang menderita coronary artery diseases atau penyakit arteri koroner. “Sehingga kalau ditotal biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh masyarakat mencapai Rp 38,5 triliun,” ucapnya.

Penghasil gas beracun tersebut terbesar selain efek rumah kaca adalah asap kendaraan atau transportasi.”Transportasi menyumbang 47% dari penyebab polusi tersebut. Sementara dari polutan transportasi ini, 98% dihasilkan oleh kendaraan pribadi karena populasinya mencapai 98%,” paparnya.

Melihat fakta ini, KPBB merekomendasikan kepada pemerintah yang membuat orang beralih ke angkutan umum massal. Caranya, menghapus solar dengan Cetane 48, Premium atau BBM Oktan 88, serta Pertalite yang beroktan 90.

Pada saat bersamaan dikembangkan angkutan umum massal berbahan bakar gas (BBG). “Untuk meningkatkan penggunaan BBG ini hanya perlu konsistensi dan ketegasan pemerintah. Selama ini BBG kurang berkembang karena memang tidak dikembangkan, sebab ada lobi pihak-pihak tertentu yang ingin mempertahankan BBM. Sedangkan industri otomotif tidak ingin direpotkan varian baru kendaraan BBG,” ungkap pria yang akrab disapa Puput itu.

Pemerintah juga harus benar-benar membangun infrastruktur dengan memerintahkan Pertamina dan Perusahaan Gas Negara di semua sudut kota Jakarta dan wilayah penyangga. “Saya kira ini juga peluang bisnis yang bagus bagi Pertamina maupun PGN,” kata dia.

dok.Mobil123

Begitu pun dengan para pengusaha angkutan. Soalnya, harga BBG cukup urah yakni Rp 3.100 LSP (Liter Setara Bensin Premium). Jauh lebih murah dibanding harga premium saat ini yang sebesar Rp 6.500/liter atau solar Cetane 48 yang Rp 5.500/liter. “Investasi pemasangan converter kit pun bisa kembali dalam waktu 6-9 bulan. Sementara, umur ideal angkutan 5-7 tahun. Artinya keuntungan ekonomi masih besar,” jelas Puput.

Menanggapi hal itu, salah seorang anggota Organisasi Angkutan Darat Jakarta, Felix Martinus mengatakan, memang secara kalkulasi bisnis beralih ke BBG itu cukup menggiurkan. Dia menyebut, sejatinya banyak pemilik angkutan juga tak keberatan jika menggunakan BBG.

“Tapi, jaminannya apa? Itu yang penting. Konsistensi dan jaminan kebijakan akan terus dilakukan. Jangan sampai kita beralih ke BBG, pasang converter, isi gasnya susah minta ampun. Sudah rugi kita,” ujarnya.

Dia meminta kepastian tentang kelanjutan kebijakan seperti itu. “Dengan kata lain, jangan sampai ganti pemerintah ganti kebijakan. Kita malah jadi korban. Kalau memang benar-benar dilakukan, orang (pengguna kendaraan pribadi) ke angkutan umum, ya itu bagus,” kata Felix.

Hanya, bagi Boby Chandra, salah satu warga Bintaro Jaya Sektor III, tidaklah semudah itu berharap orang mau pindah ke angkutan umum. Masyarakat akan melihat sejauh mana kenyamanan angkutan, keamanan, serta trayek yang ada.

“Saat ini, jujur saja, orang malas menggunakan angkutan umum selain tidak nyaman, sering tidak aman, juga harus ganti-ganti dari satu ke satu angkutan lain. Repot jadinya. Jadi intinya perlu kebijakan yang komprehensif lah. Bukan sekadar angkutannya BBG. Tapi pemerintah harus menyiapkan angkutan massal yang memenuhi harapan,” paparnya.

Soal ide penghapusan BBM beroktan 88 dan 98 serta solar cetane 48, karyawan sebuah perusahaan operator telepon seluler itu mengaku yakin pemerintah tak akan semudah itu melakukannya. “Karena masalah BBM itu kental dengan kepentingan politis. Apalagi ada banyak pihak yang menangguk banyak untung di sana. Berani enggak pemerintah tidak populer?,” imbuhnya. (Ara/Ktbr)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment

  1. Spot on with this write-up, I actually believe this amazing site needs far more attention. I’ll probably be returning to see more, thanks
    for the info!