Jakarta – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan menerbitkan Surat Edaran Nomor SE.15/AJ.201/DRJD/2016 yang isinya melarang angkutan truk bersumbu lebih dari 2 untuk beroperasi menjelang dan selama libur Hari Raya Idul Adha, 9 – 12 September. Kalangan pengusaha angkutan pun meradang dan mengaku keberatan.
“Kalau menurut hemat saya, penyetopan (larangan operasi) semacam ini harus segera dihentikan. Tidak bisa tiap libur, angkutan barang juga ikut libur. Di tengah persaingan global yang sangat ketat negara lain buka 24 jam dalam tujuh hari, kita malah tutup jalan agar kendaraan pribadi bisa melintas,” papar Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Bidang Distribusi dan Logistik, Kyatmaja Lookman melalui pesan singkatnya, Minggu (4/9).
Menurutnya, kebijakan pemerintah ini sangat kontradiktif dengan upaya kebijakan Presiden Joko Widodo yang berusaha keras menarik investasi yang sebesar-besarnya. “Apapun kebijakan presiden untuk menarik investasi, tidak akan berhasil jika kebijakan di bawahnya kontra investasi,” tegas Kyat.
Dengan kata lain, Kyat dan Aptrindo tidak sepakat jika kebijakan larangan operasi kendaraan truk itu diberlakukan. Terlebih, sudah beberapa kali diberlakukan di tengah ekonomi yang tengah lesu.
Meski begitu, Kyat dan Aptrindo memiliki opsi kompromis jika kebijakan tersebut tetap diberlakukan. Opsi itu adalah, jika tetap ingin diberlakukan, bukan empat hari, tetapi pada hari Senin dan Jumat. Selain itu bukan melarang sama sekali, tetapi membatasi jam operasionalnya.
“Jadi, pada saat arus padat ditutup. Ketika tidak (arus tidak padat) yang silahkan (beroperasi),” ucapnya.
Surat edaran Nomor SE.15/AJ.201/DRJD/2016 yang ditandatangani Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Pudji Hartanto Iskandar itu, selain menegaskan larangan juga pengecualian. Pada poin ke-8 misalnya, disebutkan untuk mendukung kelancaran lalu-lintas pada saat libur panjang Hari Raya Idul Adha Tahun 2016/1437 H, dipermaklumkan mulai tanggal 9 September 2016 pukul 00.00 WIB sampai dengan 12 September 2016 (H+3) pukul 24.00 WIB, kendaraan angkutan barang yang bersumbu lebih dari 2 sumbu dilarang beroperasi.
Larangan pengoperasian kendaraan angkutan barang ini berlaku pada jalan nasional (paiak jalan tol maupun non tol) serta jalur wisata di 8 provinsi. Kedelapan provinsi itu adalah, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
Kendaraan angkutan barang yang dilarang beroperasi meliputi kendaraan pengangkut bahan bangunan, kereta tempelan (truk tempelan), kereta gandengan (truk gandengan), serta kendaraan container. Selain itu kendaraan pengangkut barang dengan sumbu lebih dari 2.
Tapi, larangan itu tidak berlaku bagi kendaraan yang mengangkut sejumlah kategori barang tertentu. Barang itu adalah, Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Gas (BBG), ternak, bahan pokok seperti beras, gula pasir, terigu, minyak goreng, cabe merah, bawang merah, kacang tanah, daging sapi, daging ayam, ikan segar, dan telur.
Begitu pula dengan kendaraan pengangkut pupuk, susu murni, barang antaran pos, serta barang bahan baku ekspor impor dari lokasi home industri dan atau sebaliknya dan ke pelabuhan ekspor/impor. (Ara)