Jakarta – Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menyesalkan pelarangan truk bersumbu roda lebih dari 2 untuk beroperasi menjelang dan selama Idul Adha, 9-12 September, yang dilakukan secara mendadak. Sebab, arus barang terhambat dan yang menanggung masyarakat.
Pernyataan tersebut diungkapkan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasok, Rico Rustombi. “Kami menilai kebijakan yang pemberitahuan pelaksanaannya dilakukan secara mendadak atau seketika ini menghambat logistik dan transportasi barang. Sehingga, mengancam kelangsungan arus barang kebutuhan,” tuturnya dalam pernyataan yang dikirim kepada Otoniaga, semalam.
Tak hanya itu. Menurut Rico kebijakan tersebut juga merugikan ekonomi dan kontraproduktif dengan upaya meningkatkan iklim usaha di Tanah Air.
Pemberlakuan larangan operasional truk menjelang, selama, dan setelah Idul Adha tahun ini merupakan yang pertamakalinya. Walhasil, kalangan pelaku usaha yakni industri, perusahaan logistik, dan perusahaan transportasi tidak siap mengantisipasi.
“Apalagi, para pelaku usaha tidak dilibatkan saat merumuskan kebijakan ini. Padahal, pelarangan yang tiba-tiba atau seketika menjadikan pengaturan logistik pelaku usaha tidak pasti,” kata dia.
Bahkan, Rico menilai kebijakan yang ada saat ini akan menjadi preseden buruk pada masa mendatang. Jika ada hari libur panjang atau hari kejepit (harpitnas), maka pemerintah akan dengan serta merta membuat aturan pelarangan. Padahal, dari kacamata bisnis, hal itu sangat merugikan.
Oleh karena itu, KADIN berharap jika pemerintah berencana membuat aturan seperti itu sebaiknya melibatkan pelaku usaha. Termasuk melibatkan perusahaan logistik dan transportasi. “Dan yang penting untuk juga dicermati adalah, perumusan itu dilakukan pada awal tahun dengan melihat kalender libur yang ada di sepanjang tahun,” ucap Rico.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman, kepada Otoniaga mengatakan larangan truk bersumbu lebih dari 2 itu tak hanya merugikan pengusa tetapi juga masyarakat. Terlebih bagi kalangan pelaku usaha makanan dan minuman.
Sebab, lanjutnya, yang dikecualikan dalam aturan tersebut truk dua sumbu pengangkut bahan pokok makanan dan minuman. “Padahal yang didistribusikan dan dibutuhkan pengusaha angggota kami itu, adalah makanan dan minuman olahan,” ujarnya.
Dengan pelarangan yang tiba-tiba, para pengusaha tidak bisa melakukan antisipasi sedini mungkin. Sehingga penyetokan barang tidak bisa mereka lakukan dengan baik. Akibatnya, potensi kerugian di depan mata.
Adhi memberi ancar-ancar, omset industri makanan dan minuman saban harinya mencapai Rp 4 triliun. “Taruhlah yang terkena dampak (aturan pelarangan) 50%-nya, sudah berapa (kerugian yang diderita), itu bisa dihitung,” ucapnya.
Selain itu, masyarakat juga menerima dampaknya. Karena pasokan terhambat, maka stok barang juga tipis. Dia mencontohkan air minum dalam gallon yang stoknya – saat pelarangan mulai diberlakukan – hanya cukup untuk 8 jam. Sehingga, jika larangan berlaku 4 hari, maka bisa diperkirakan seperti apa permintaan air bisa dipenuhi.
Seperti diketahui, melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan nomor SE.15/AJ.201/DRJD/2016 pemerintah melarang pengoperasian kendaraan yang memiliki lebih dari dua sumbu di jalan nasional. Larangan mulai berlaku pukul 00.00 WIB tanggal 9 September hingga pukul 24.00 WIB tanggal 12 September 2016.
Namun, pemerintah member pengecualian bagi kendaraan yang mengangkut sejumlah kategori barang tertentu. Barang itu adalah, Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Gas (BBG), ternak, bahan pokok seperti beras, gula pasir, terigu, minyak goreng, cabe merah, bawang merah, kacang tanah, daging sapi, daging ayam, ikan segar, dan telur.
Begitu pula dengan kendaraan pengangkut pupuk, susu murni, barang antaran pos, serta barang bahan baku ekspor impor dari lokasi home industri dan atau sebaliknya dan ke pelabuhan ekspor/impor. (Ara)