Jakarta – PT Pertamina (Persero) menggandeng pabrikan asal Spanyol, Repsol, membangun pabrik yang memproduksi zat aditif untuk kelenturan karet yang digunakan untuk bahan baku ban. Pabrik yang direncanakan mulai beroperasi tahun 2019 itu berkapasitas produksi 60.000 ton per tahun.
“Zat aditif TDAE atau Treated distillate aromatic extract adalah bahan baku untuk additive produk karet yang ramah lingkungan dan berkualitas tinggi,” tutur Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro, dalam keterangan resmi, kemarin.
Pabrik ini, lanjut Wianda, dibangun di area Refinery Unit (RU) IV, Cilacap, Jawa Tengah. Nilai investasi yang digelontorkan untuk pembangunan pabrik mencapai US$ 80 juta.
Sebelum pembangunan dilaksanakan kedua belah pihak telah melakukan studi kelayakan selama dua tahun. Studi tersebut menyangkut aspek ekonomi maupun teknis.
Rencananya, produk yang dihasilkan akan dipasarkan di wilayah Asia Tenggara.
Sementara, pengamat transportasi Julius Adhi Yuwono mengatakan, persoalan kelenturan ban – terutama bagi kendaraan komersial – di Indonesia sangat penting untuk diperhatikan. Kondisi permukaan jalan, pola dan karakter kontur permukaan jalan yang khas memerlukan perhatian tersendiri bagi produsen ban.
Sebab, lanjutnya, permukaan jalan di Indonesia umumnya tidak rata karena berbagai sebab antara lain proses pengerjaan yang kurang bagus, faktor alam yakni pergerakan di bagian dalam tanah, hingga faktor iklim. Kondisi cuaca khas tropik panas yang diselingi guyuran hujan yang kerap terjadi tidak sesuai dengan musim yang sebenarnya, menjadikan pola karakter permukaan jalan juga berubah-ubah setiap saat.
“Permukaan lintasan atau jalan yang mengeras cenderung kasar, dan kemudian cepat berlubang karena perubahan cuaca yang mendadak, turut memicu menjadikan ban-ban kendaraan cepat aus. Pun dengan cara mengemudi yang sudah sesuai kaidah. Jadi faktor kelenturan tread ban menjadi sangat penting,” kata dia saat dihubungi Otoniaga, Jumat (30/9).
Faktor-faktor seperti karakter jalan maupun ban itulah yang sudah semestinya diperhatikan secara cermat oleh para pengguna kendaraan. Terlebih bagi pengusaha angkutan mulai dari angkutan kota, bus, hingga truk berat yang beroperasi di jalanan.
Sebab, sebagai institusi bisnis, tentu harus memperhitungkan komponen proses produksi. “Sedangkan ban memiliki porsi yang besar setelah komponen bahan bakar. Kalau bahan bakar sekitar 30%, ban sekitar 20-25%. Sering ganti ganti berarti belanja modal juga sering terjadi, bisnis jadi tidak efisien. Memang, kalau dihitung depresiasi nilai ekonomisnya bisa dua atau dua setengah tahun. Tapi, rerata kalau kita bicara ideal soal faktor keamanan dan kenyamanan kendaraan, paling umur pakai ban kendaraan komersial hanya satu setengah tahun,” paparnya.
Dalam kondisi seperti itu, kelenturan pada tread ban menjadi sangat penting. Sebab, tread merupakan bagian paling luar ban yang berfungsi untuk melindungi carcass ban dari keausan dan kerusakan yang diakibatkan oleh permukaan jalan.
Jika beban yang disangga kendaraan semakin berat maka, gesekan antara tread ban dengan permukaan jalan semakin kuat. “Terlebih jika tread tidak lentur atau terlalu keras, maka keausan pun terjadi lebih cepat,” imbuh mahasiswa program doktor di sebuah perguruan tinggi di Melbourne, Australia, itu.
Namun menurutnya, faktor kelenturan ban bukan semata-mata untuk tujuan ekonomis, tetapi juga faktor keamanan dan kenyamanan dalam berkendara. (Ara)