Jakarta – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga acuan – BI seven days reserve repo rate – sebesar 25 basis poin disambut beragam para pelaku usaha . Pasalnya, meski saat ini suku bunga acuan bertengger di level 4,75%, namun belum tentu diikuti penurunan suku bunga kredit bank maupun leasing.
“Suku bunga acuan BI sudah beberapa kali, atau mungkin sudah empat, lima kali ini dipangkas sejak tahun lalu. Tapi, suku bunga kredit juga tidak turun. Jadi bagi pengusaha angkutan (truk), turun atau tidak turun suku bunga acuan tetap saja tidak berpengaruh banyak,” tutur Edy Riwanto, pengusaha angkutan truk asal Surabaya, Jawa Timur, saat dihubungi Otoniaga, Jumat (21/10).
Padahal, lanjutnya, persoalan suku bunga bagi pengusaha angkutan termasuk truk sangat penting. Dengan suku bunga yang bersaing dan tenor kredit yang lebih panjang, akan memberikan kesempatan bernafas bagi pelaku usaha.
“Sebab, meskipun sering disebut sektor logistik menggeliat, tapi faktanya bagi kami biasa-biasa saja. Sebab pemain di angkutan ini juga banyak, market size tidak berkembang secara signifikan. Jadi persaingan juga semakin ketat,” ucapnya.
Pernyataan serupa diungkapkan Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan. Menurutnya, yang terpenting dari kebijakan moneter adalah realisasi di lapangan.
“Lha sampai sekarang bunga masih tinggi. Bagaimana bisa merasakan? Padahal problem terbesar bagi pengusaha angkutan bus adalah investasi, yakni saat membeli armada. Suku bunga kredit 14-16% dengan tenor lima tahun. Selain itu, kami juga harus membuka rekening deposito di bank dengan besaran tertentu,” tuturnya melalui pesan singkat kepada Otoniaga.
Namun, baik Lesani maupun Edy mengaku memahami jika bank atau lembaga leasing mengaku berhati-hati karena faktor potensi risiko bisnis. Oleh karena itu, perlunya adanya sinergi antara otoritas moneter dengan pemerintah sehingga bisa member jaminan kepada lembaga keuangan baik bank maupun non bank dalam menyalurkan kredit.
Masih banyaknya hambatan bagi bank maupun lembaga leasing untuk mengerek turun suku bunga, diakui bos PT Dunia Express Transindo, Jimmy Boewono Ruslim. “Sulit bicaranya. Kita paham lah hambatannya masih banyak untuk menurunkan bunga sampai (tingkat) kompetitif dengan negara tetangga. Ini (dihadapi) hampir semua leasing,” ungkapnya.
Namun, Wakil Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) DKI Jakarta itu berharap lembaga leasing juga kreatif membuat terobosan. “Sebenarnya yang cocok tipe leasing (pembiayaan) adalah dengan skema balloon payment. Sekarang hanya satu perusahaan leasing saja yang berani pakai (skema) ini. Itu pun bunganya besar. Padahal, kalau balloon payment itu jalan bisa menolong perusahaan skala UKM (usaha kecil menengah),” jelasnya.
Balloon payment merupakan cara pembayaran kredit yang dilakukan dengan sistem pembayaran ringan di depan dan pelunasan di belakang. Memang, perlu penyiapan keuangan secara khusus dan disiplin bagi para debitur.
Sebab, dengan cara seperti itu pembayaran kredit akan lebih ringan di beberapa tahun pertama dan berat di akhir-akhir masa kredit. Tapi, cara itu bisa diatasi jika debitur dengan disiplin dan berusaha keras menghasilkan keuntungan untuk kemudian ditabung, dan hasilnya untuk menutup kekurangan pembayaran kredit tersebut.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara dalam konferensi pers, kemarin (20/10) mengatakan, Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar sejak kemarin hingga hari ini memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan – BI seven day reverse repo rate – 25 basis points (bps) ke level 4,75%. Dengan demikian, lanjutnya, maka deposit facility dan lending facility juga turun 25 bps sehingga menjadi 4% dan 5,5%.
“Pelonggaran tersebut diyakini makin memperkuat dan mendorong permintaan domestik termasuk kredit sehingga mendorong momentum pertumbuhan ekonomi,” ujarnya. (Ara/Ktb)