Pasar Bus Tahun Ini Diperkirakan Mengalami Stagnasi

Bus AKAP di Terminal Poris, Kota Tangerang- Arif Arianto.Otoniaga

Jakarta – Penjualan bus di Indonesia sepanjang tahun ini diperkirakan menurun dibanding tahun lalu, bahkan ketimbang tahun 2014. Ketatnya persaingan dengan moda transportasi lain, lesunya perekonomian, hingga suku bunga kredit yang masih tinggi ditengarai menjadi penyebabnya.

“Tahun ini sepertinya tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya ya di pasar bus. Kalau melihat data penjualan mulai dari microbus sampai big bus, ada penurunan yang signifikan,” tutur salah seorang pengurus Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) saat dihubungi Otoniaga, Sabtu (22/10) malam.

Read More

Menurutnya, hingga September lalu penjualan semua kendaraan yang bertitel bus – yakni mulai dari angkutan mini bus, mikro bus, bus kecil, menengah, hingga bus besar – di Tanah Air tercatat sekitar 3.600-an unit. Sementara dalam periode yang sama tahun lalu hampir 3.900 unit.

“Bahkan total penjualan kategori segmen bus pada tahun 2015 tercatat sebanyak 5.656 unit, dan tahun 2014 sebanyak 4.990 unit. Kalau di segmen yang mikrobus yakni angkutan minibus itu terjadi lonjakan karena belanja pemerintah atau swasta digenjot menjelang tutup tahun kalender, bisa saja (jumlah penjualan) kurang lebih sama ataupun kalau selisih sedikit(dengan tahun lalu). Artinya mengalami stagnasi,” ucapnya.

Sebelumnya, beberapa waktu lalu, Direktur Penjualan dan Promosi PT Hino Motor Sales Indonesia (HMSI) Santiko Wardoyo, juga mengakui masih lesunya segmen pasar bus (kecil, sedang, dan besar). Geliat pasar masih disokong oleh sedikit permintaan dari proyek pengadaan bus oleh pemerintah dan peremajaan armada yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan otobus (PO).

Kendati begitu, Hino masih mencatatkan kinerja penjualan yang gemilang. Hingga Agustus lalu, merek ini membukukan penjualan sebanyak 771 unit di segmen chassis bus ringan, medium, dan besar. Jumlah itu setara dengan 64% dari total penjualan chassis bus (tidak termasuk bus mini dan mikro) yang sebanyak 1.209 unit.

Sementara di periode tersebut, Mercedes-Benz tercatat membukukan penjualan chassis sebanyak 307 unit. Merek Scania mencatatkan penjualan 131 unit atau 11% dari total penjualan yang ada.

Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan, dalam beberapa kesempatan mengatakan, lesunya permintaan bus selain dikarenakan kondisi perekonomian yang masih lesu juga dikarenakan dua hal. Pertama, tingkat persaingan baik sesame moda bus maupun dengan moda angkutan lain yang semakin ketat.

“Padahal, saat ini kondisi seperti ini. Kedua, kalau PO mau melakukan peremajaan atau membeli armada baru juga masih piker-pikir karena tingkat suku bunga kredit masih belum bersahabat,” paparnya.

Lesani  mengatakan, rata-rata suku bunga kredit yang disodorkan bank maupun lembaga pembiayaan non bank atau leasing kepada pengusaha oto bus saat ingin membeli unit baru adalah  14% atau bahkan hingga 16% dengan tenor lima tahun.Tingkat suku bunga tersebut diarasa sangat berat. Terlebih dalam kondisi seperti saat ini, dimana harga kebutuhan pokok dan lain-lain juga memicu tuntutan lain seperti anggaran yang dikeluarkan PO.

“Jadi wajar kalau banyak yang menahan melakukan peremajaan atau menambah unit. Belum lagi biaya-biaya perpajakan yang redundant dan dirasa memberatkan, pajak chassis 10%, pajak Ac 10%, pajak body, pajak pertambahan nilai, dan lain-lain. Jadi, dalam kondisi seperti ini, tentu membuat kami harus bertindak cermat,” paparnya. (Ara)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *