Ingin Diakui, Sopir Taksi Online Ajukan Uji Materi Sesuai UU LLALJ

Jakarta – Polemik akan adanya Taksi dan ojek online terus berlanjut hingga saat ini. Di satu sisi, adanya layanan angkutan berbasis online itu dapat mengurangi angka pengangguran dan di sisi lain dianggap mematikan usaha angkutan umum dan taksi yang sudah cukup lama beroperasi secara konvensional. Di beberapa daerah bahkan juga masih melarang adanya angkutan itu yang dilandaskan pada UU LLAJ.

Menghadapi hal itu, perkumpulan sopir taksi online yang membentuk kelompok dengan nama Forum Komunikasi Pengemudi Online (FKPO) bersama tim kuasa hukum yang menamakan diri Tim Hukum Pengendara Aplikasi Online Nasional (Timah Panas) mengajukan uji materi terhadap Pasal 151 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ke Mahkamah Konstitusi, Senin (4/12/2017) kemarin.

Read More

Ketua FKPO Aris Rinaldi mengatakan, pengajuan uji materi bertujuan agar keberadaan taksi online diakui. Dia mengatakan bahwa hal ini dikarenakan sampai saat ini banyak daerah yang melarang taksi online karena tidak tercantum dalam UU LLAJ.

Pasal 151 UU LLAJ mengatur tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Pada pasal tersebut memang hanya mencantumkan empat jenis angkutan, yakni angkutan orang dengan menggunakan taksi; angkutan orang dengan tujuan tertentu; angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan angkutan orang di kawasan tertentu.

Dengan adanya uji materi ini, diharapkan taksi online juga ikut dicantumkannya angkutan mereka ke dalam UU, maka keberadaan taksi online legal.

“Secara mendasar gugatan ini diajukan karena banyaknya larangan driver online di berbagai kota di Indonesia,” kata Aris.

“Pada Pasal 151 huruf a di mana diatur kendaraan angkutan umum bukan dalam trayek untuk taksi. Kita minta penafsiran dari MK agar taksi online masuk dalam kategori tersebut,” kata Koordinator Timah Panas Ferdian Sutanto.

Ferdian mengatakan bahwa uji materi ini dilatarbelakangi terhadap masih banyaknya pelarangan taksi online di beberapa kota di Indonesia. Pelarangan itu dianggap merugikan sopir taksi online yang jadi kesulitan untuk mencari nafkah.

“Kami prihatin dengan keadaan seperti ini karena ini menyangkut kehidupan yang layak. Sopir taksi online ini mencari nafkah. Kalau uji materi ini dikabulkan diharapkan tidak ada lagi larangan-larangan di daerah,” lanjut Ferdian.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *