Jakarta – Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) belum berniat merevisi target penjualan meski pemerintah telah memangkas target pertumbuhan ekonomi nasional dari 5,3 menjadi 5,1%. Pembangunan infrastruktur dan konsumsi rumah tangga dinilai masih member peluang pertumbuhan penjualan kendaraan.
“Kami belum ada niatan untuk merevisi target. Karena masih percaya, angka yang kita tetapkan untuk tahun ini masih bisa dicapai,” tutur Yohanes Nangoi, Ketua Umum Gaikindo saat ditemui di sela acara berbuka puasa bersama di Jakarta, semalam.
Menurutnya, proyek pembangunan infrastruktur mulai dari pembangunan jalan, kereta api, pelabuhan, Bandar udara, waduk, hingga pembangkit listrik telah dicanangkan sejak awal tahun ini. Jumlahnya mencapai 225 proyek lebih di daftar proyek strategis nasional.
“Jika 50% saja yang berjalan, itu sudah oke. Apalagi kalau lebih dari itu atau bahkan 100%. Maka penyerapan kendaraan komersial maupun penumpang akan terjadi. Ya kalau sekarang belum maksimal ( pelaksanaan proyek infrastruktur), kami percaya pemerintah segera melakukan akselerasi. Jadi kita tunggu saja,” paparnya.
Pernyataan Nangoi diamini Ketua I Gaikindo, Jongkie D Sugiarto. Menurutnya, saat ini sektor pertambangan dan perkebunan yang menjadi sektor penyerap terbesar kendaraan komersial selain jasa logistik, perdagangan, dan konstruksi atau property, kondisi masih muram. Permintaan komoditas tambang dan perkebunan belum beranjak naik. Pun dengan harganya.
”Infrastruktur merupakan harapan. Dan saya pribadi melihatnya saat ini sekuat tenaga untuk menggerakan itu dengan maksimal sehingga pelaksanaannya segera terealisasi. Tanda-tanda itu sudah ada. Makanya, kita juga tidak buru-buru melakukan revisi (target),” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di hadapan anggota DPR saat memaparkan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016 menyatakan target pertumbuhan ekonomi menjadi 5,1%. Angka ini lebih rendah dari asumsi pertumbuhan ekonomi di APBN 2016 atau sebelumnya.
Bambang berdalih, konsumsi rumah tangga yang merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi masih lemah. Sedangkan penyerapan dan ekspansi sektor swasta juga masih belum maksimal.
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, setali tiga uang. Dia mengatakan, kondisi perkenomian global dan nasional saat ini memang belum menggembirakan.
“Semuanya (pereknomian global dan nasional) memang dalam kondisi sedang turun,” kata dia kemarin.
Kendati begitu, pemerintah akan sekuat tenaga untuk menjaga dan menggerakan ekonomi nasional. “Angka pertumbuhan di atas 5%, masih oke,” ucapnya.
Pengamat ekonomi Theresia Rizki Bayu Utomo mengatakan, kondisi Indonesia saat ini memang dalam posisi tertekan seperti negara-negara eksportir komoditas. Pada satu sisi, lanjutnya, kondisi perekonomian negara-negara penyerap komoditas seperti sejumlah negara di Eropa dan China masih belum bergairah.
“Akibatnya, ekspor kita melempem. Akibat selanjutnya, karena perdagangan yang tak seimbang (antara ekspor dengan impor), maka nilai tukar rupiah juga tertekan,” ucapnya saat dihubungi.
Memang bisa saja pemerintah meminta otoritas moneter untuk terus menurunkan suku bunga – meski saat ini BI Rate sudah dipangkas 75 basis poin – namun hal itu justeru bisa menjadi bumerang. Soalnya, jika suku bunga terus dipangkas maka investor asing di pasar modal akan lari tunggang langgang
Selain itu, jika terjadi inflasi tinggi maka pemerintah akan semakin kesulitan menggerakan perekonomian. “Oleh karena itu, jalan satu-satunya adalah menggerakan sektor infrastruktur dan berharap gelontoran dana baru masuk ke dalam negeri terutama setelah tax amnesty dijalankan,” kata Bayu. (Ktbr/Ara)