Jakarta, OTONIAGA.com – Pemerintah berencana untuk menurunkan tarif tol yang saat ini dirasa banyak pihak terlalu tinggi dalam rangka memangkas biaya operasional angkutan logistik yang lewat tol. Kebijakan ini rencananya juga akan disertai dengan penerapan aturan kapasitas muatan angkutan bagi truk yang membawa muatan berlebih atau overload.
Diterangkan bahwa kebijakan ini diambil karena selama ini operator tol atau badan yang menanggung perawatan jalan mengeluarkan biaya berlebih dikarenakan angkutan logistik yang masuk memiliki muatan berlebih.
Tidak hanya itu, truk dengan overload sendiri dianggap menjadi salah satu penyebab kemacetan dan kerusakan di banyak ruas jalan tol. Dengan diturunkannya tarif tol, pemerintah berharap semakin banyak angkutan logistik yang dapat memanfaatkan jalan tol yang sudah dibangun. Tindakan dan aturan tegas bagi pelanggar angkutan bermuatan lebih masuk tol juga dinilai menjadi satu keharusan dalam menciptakan pelayanan yang lebih baik.
AVP Corporate Communication PT Jasa Marga (Persero) Dwimawan Heru, menerangkan bahwa saat ini setidaknya ada 50-70% truk yang menggunakan jalan tol milik Jasa Marga mengangkut muatan berlebih.
“Kalau kami gelar operasi penertiban, seperti di KM 41 di Jakarta-Cikampek, dan KM 19 di Jagorawi, mereka (truk) kita minta masuk ke tempat yang kami sediakan, dan naik ke timbangan portable yang kami punya, kami simpulkan 60-70% truk yang lewat itu overload,” katanya.
Karena itu banyaknya truk dengan tonase berlebih juga berimbas pada biaya perawatan yang lebih tinggi dari seharusnya. Heru sendiri mengatakan bahwa biaya perawatan jalan Jasa Marga bisa naik hingga dua kali lipat dari seharusnya imbas dari banyaknya truk yang membawa muatan overload ini.
“Biaya perbaikan kami memang naik. Tapi angka persentasenya harus saya cek dulu. Hampir dua kali lipat dari seharusnya,” katanya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Operator tol Cikopo-Palimanan (Cipali) PT Lintas Marga Sedaya (LMS). Wakil Presiden Direktur LMS Firdaus Azis mengatakan bahwa setidaknya ada 30-40% kendaraan golongan II ke atas yang menggunakan jalan tol Cipali memiliki muatan berlebih.
“Pengalaman kita sebagian besar truk yang masuk itu memang overload. Konsekuensinya maintenance lebih banyak. Usia jalan misal harusnya 5 tahun, ini mungkin jadinya hanya 2-3 tahun sehingga harus lebih cepat diperbaiki lagi,” katanya.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna, menegaskan bahwa kendaraan golongan II ke atas yang membawa muatan berlebih tidak boleh lagi masuk tol. Aturan ini dipertegasa dengan adanya Keputusan Menteri tentang penetapan tarif demi menjaga biaya operasional badan usaha yang selama ini dibebani ongkos perawatan jalan karena truk-truk yang ‘obesitas’ tadi.
“Termasuk dalam Kepmen itu diatur juga bahwa truk yang menggunakan tol harus sesuai aturan, di mana kelebihan muatan bisa dikeluarkan oleh si badan usaha. Karena si badan usaha yang membayar lebih untuk pemeliharaannya. Ini harus mulai diperbaiki yang seperti ini, dan ini sudah dimulai,” katanya.
Dengan adanya penerapan pelarangan truk muatan berlebih masuk ke dalam tol nantinya akan membuat jembatan timbang untuk kembali berfungsi dalam memantau kapasitas kendaraan angkutan barang yang melintas. Selain itu, penerapan Jembatan Timbang ini tidak hanya berlaku untuk tol yang tarifnya turun, namun juga untuk sejumlah ruas jalan tol lain hingga jalan-jalan nasional yang selama ini memiliki biaya perawatan berlebih akibat truk kelebihan muatan.
“Di semua tol nanti seperti itu. Di tarif yang kemarin itu sudah dimasukkan, tapi nanti itu akan semua. Sebetulnya di PP ada, tapi ini kita tegaskan lagi di Kepmen tarifnya,” katanya.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan bahwa dalam waktu dekat operator jalan tol akan memiliki hak untuk melarang truk bermuatan lebih masuk ke jalan tol. Penerapan peraturan ini akan didukung oleh penerapan jembatan timbang yang akan dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
“Itu rencananya untuk mengawasi kendaraan overload nanti, mungkin dia harus punya jembatan timbang sehingga yang melanggar, selain ditilang dan dari perhubungan, harus kembali ke pangkalan dia dan tidak kembali masuk ke jalan tol. Nanti yang bangun jembatannya dari Jasa Marga, operatornya bisa dari Kemenhub dengan Kepolisian,” katanya.